Chester Bennington: Soundtrack Kesepian, Amarah dan Frustasi

Penulis: Natanael Sepaya

Diterbitkan:

Chester Bennington: Soundtrack Kesepian, Amarah dan Frustasi Chester Bennington © Splashnews

Kapanlagi.com - "Sorry men, lo belum bisa disebut gaul kalau gak punya kaset Linkin Park!"


Sebuah lontaran kalimat dari teman sebaya ketika saya masih berstatus anak kecil beranjak remaja sekitar tahun 2001. Ya, karena pada tahun 2000 silam, Linkin Park merilis album yang mengubah peta musik, tren, hingga fashion anak-anak di seluruh dunia yang berlangsung sampai sekitar tahun 2005.


HYBRID THEORY, jadi rilisan debut pertama Linkin Park di industri musik yang sedikit menggeser selera anak-anak muda dari band seperti Limp Bizkit misalnya. Aneh tapi asyik, setidaknya seluruh track pada album ini mampu menggugah minat kita untuk ikut menggerakkan kepala atau sekedar ikut bernyanyi bersama vokal Chester Bennington.


Ada perasaan yang ikut meluap ketika mendengarkan vokal Chester, seolah ia mampu mengekspresikan gejolak emosi para pendengarnya. Tentu saja ada sedikit pemahaman yang berbeda saat mendengarkan track seperti Papercut, Crawling, atau In The End di usia yang sudah semakin matang. Chester dan Linkin Park adalah pilihan tepat untuk mewakili setiap emosi yang tertahan.


© Splashnews© Splashnews


Era kejayaan itu terus berlangsung dengan disusulnya rilisan kedua, METEORA, yang secara pribadi boleh saya sebut sebagai 2 album terbaik mereka. Hype dan tren berganti, industri musik terus dipenetrasi oleh semua janji dari era digital, tapi semua anak muda tetap mengingat Chester dan Linkin Park sebagia soundtrack masa muda.


Namun sebuah kabar mengejutkan tersiar pada tanggal 20 Juli kemarin, di mana Chester Bennington ditemukan meninggal dunia dengan cara menggantung dirinya sendiri. Kepergian Chester di tengah rangkaian jadwal tour konser Linkin Park segera menebar rasa duka dan empati pada para fans, musisi hingga kalangan artis.


Tentu saja, tidak ada yang menyangka jika selama ini Chester menanggung begitu banyak beban hidup yang ia dapat dari masa kecil dan terus mengikuti sampai ia menghembuskan napas terakhirnya. Sebuah kisah pelecehan seksual yang merenggut masa kecil Chester di usia 7 tahun. Semakin mengerikan karena aksi tersebut dilancarkan teman-teman Chester yang notabene berusia lebih tua darinya.


© Splashnews© Splashnews


Chester kecil yang takut bersuara untuk meminta tolong terus hidup dengan menanggung rasa malu dan amarah yang terus ia pendam. Terlebih Chester tak mau orang-orang memiliki stigma jika dirinya adalah penyuka sesama jenis atau dianggap sebagai pembohong.


Melankolia Chester seolah semakin lengkap dengan keadaan keluarganya yang jauh dari kata aman. Perceraian, pertengkaran hingga kasus yang dilakukan orang tuanya membuat Chester hanya bisa diam di tengah bully dari teman-teman sekolahnya. Gambar, puisi dan lagu jadi opsi utama Chester untuk menghibur diri sekaligus mengekspresikan amarahnya.


Pertemuan dengan Mike Shinoda, Joe Hahn dan para personel Linkin Park lainnya membuat hidup Chester berubah. Alkohol dan obat-obatan pun pernah menjadi teman dekat Chester di masa jayanya. Namun keinginan kuat untuk menjadi pribadi yang baik dan utuh, membuat Chester berjuang untuk menghentikan kebiasaannya.


© Splashnews© Splashnews


Namun kejujurannya untuk membuka setiap rasa trauma yang pernah ia tanggung berhasil menarik jutaan anak-anak muda di seluruh dunia yang kesulitan menghadapi hari-hari buruknya, ikut angkat bicara. Memang bukan tindakannya yang bisa dibenarkan, tapi keputusan Chester bukanlah opsi yang dipilih oleh seorang pengecut. Ya, mem-bully secara fisik dan psikis terhadap seseorang lah yang tepat untuk disebut sebagai tindakan kejam, memalukan dan lebih pengecut dari hal apapun.


Rasa amarah, frustasi, kesepian, kecewa dan pemberontakan jadi sederet tema yang bisa dengan mudah ditemukan dalam setiap lagu Chester bersama Linkin Park. Dengan tatanan musik nu-metal yang fresh serta vokal yang mampu menarik keluar setiap emosi para pendengarnya, Chester dan Linkin Park adalah pahlawan anak-anak muda yang mungkin saat ini telah duduk di ruangan kubikal selama 8 jam setiap harinya, atau, mereka yang berada di rumah dan mengajarkan kasih dan sayang pada anak-anaknya yang ada dalam fase pencarian jati diri.


Secara pribadi, tumbuh di lingkungan keluarga yang penuh kasih pun tetap tak menjauhkan saya dari rasa kecewa, kesepian, dan pandangan orang lain sebagai seorang 'remaja yang aneh'. Namun Chester dan Linkin Park mengajarkan kalau menjadi orang yang dianggap aneh atau berbeda bukanlah masalah. Sampai hari ini dan jika harus memilih, Somewhere I Belong, masih jadi lagu Linkin Park favorit saya. Bagaimana dengan anda?



(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/ntn)

Editor:

Natanael Sepaya

Rekomendasi
Trending