[Interview] Dari Malang, Knee and Toes Sukses Jelajahi Inggris!

Penulis: Adhib Mujaddid

Diperbarui: Diterbitkan:

[Interview] Dari Malang, Knee and Toes Sukses Jelajahi Inggris!
Knee and Toes @foto: KapanLagi.com®

KapanLagi.com - Oleh: Adhib Mujaddid

Bila kebanyakan musisi lebih dulu dikenal di kota sendiri baru di negeri orang, kondisi berbeda justru dialami oleh duo Knee and Toes. Ristri Putri dan Bie Paksi sukses menjelajahi beberapa kota di Inggris sebelum dikenal luas di kota asal mereka, Malang, Jawa Timur.

Perjuangan mereka hingga dikenal di Eropa jelas bukan sekedar karena faktor keberuntungan. Ada usaha keras dan tekad yang kuat di balik itu. Kepada KapanLagi.com®, duo bergenre akustik ini menceritakan perjalanannya. Hot chocolate dan teh panas yang disajikan di rooftop Houten Hand Coffee and Beer menemani perbincangan kami hingga dua jam lebih.

Seperti apa perjalanan mengagumkan dan inspiratif Knee and Toes? Simak kisahnya di halaman berikut ini.

 

 

 

 

 

(kpl/adb)

1. Berawal Dari Arema


Ceritakan pada kami bagaimana awal terbentuknya Knee and Toes

Ristri dan Bie: Terbentuk tahun pertengahan bulan Agustus 2010. Tanggal pastinya kami nggak ingat, cuma kita sudah sepakati bulan Agustus 2010 adalah kelahiran kami.

Ristri: Di awal tahun 2010 aku ingin bikin solo project. Karena sering bikin lagu sendiri, aku jadi pengen rekaman. Waktu itu aku ingat kalau Bie suka recording dan langsung minta tolong ke dia. Kita sudah saling kenal tahun 2006.

Alhamdulillah Bie merespon dengan baik dan bersedia membantu. Sejak itu kami intens dan sering latihan bareng. Saat latihan, Bie suka ikutan nyanyi dan gitaran bareng. Lama-lama aku ngerasa nyaman dan ada chemistry. Aku tanya Bie, bagaimana kalau misalnya kita bikin duo? Soalnya aku sepertinya nggak bisa kalau sendirian. Bikin duo wes!

Bie Paksi: Setelah kita sepakat menjadi duo, kita langsung berencana bikin lagu, minimal mini album. Awalnya kita pakai nama Rie and Bie. Dalam proses pembuatan mini album, lagu yang pertama kita selesaikan malah Let's Go Arema.

Apa cerita di balik lagu tersebut?
Ristri: Sebenarnya cerita tentang lagu itu sederhana. Siang hari ketika aku dalam perjalanan ke rumah Bie, banyak Aremania yang beriringan di jalan karena hari itu ada pertandingan Arema di Stadion Kanjuruhan.

Melihat semangat suporter Arema tersebut, mendadak aku terharu. Aku merasa mereka gila banget. Mereka mendukung tim kesayangannya tanpa pamrih. Tiba-tiba juga aku tersulut semangat dan ingin bikin lagu tentang Arema.

Bie Paksi: Hari itu juga setelah Ristri sampai di rumah, kita bikin musik dan liriknya. Record malam hari, besoknya udah keluar. Dengan hasil yang masih sangat mentah dan masih bernama Rie and Bie. Nggak nyangka, ternyata responnya luar biasa.

Knee and Toes di Houten Hand Coffee and Beer Malang @foto: KapanLagi.com®

Okay, lalu dapat darimana nama Knee and Toes?
Jadi waktu kita rekaman single pertama, I Believe, keponakan Bie yang bernama Rafa berumur 5 tahun datang ke studio. Dia nyerobot dan tiba-tiba pengen rekaman. Tiba-tiba dia nyanyi, 'Head Shoulder Knee and Toes, Knee and Toes'.

Aku yang saat itu lagi ada di belakang langsung mikir, 'Kok diulang-ulang ya Knee and Toes-nya'. Kayaknya nama ini mbois (keren). Secara filosofis Knee and Toes adalah akar, akarnya musik, yakni akustik. Selain itu juga penopang tubuh, tanpa lutut dan kaki tubuh nggak bisa tertopang.

 

 

 

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

2. Belajar Industri Musik


Apa yang pertama kali kalian lakukan setelah menemukan nama?

Ristri: Sejak detik penemuan nama itu kami sepakat untuk fokus dan belajar tentang industri musik Malang, Indonesia dan dunia. Jadi kita mulai belajar benar-benar dari nol.

Kami belajar cari tahu independen itu apa, mainstream itu apa. Terus kami mau yang mana. kami mulai men-detailkan diri. Kami sepakat di indie.

Bie Paksi: Kami kan orang Malang, ya kita harus kenal dari musisi-musisi Malang lah. Tapi sebelum itu kami ingin menyelesaikan dulu mini album kita.

Apa saja yang terjadi dalam masa-masa pengerjaan album EP?
Ristri: Sambil ngerjain album EP, ada dua hal terjadi. Yang pertama, itu tadi, kami belajar tentang industri musik. Yang kedua adalah saat aku berkenalan dengan orang Inggris, Simon Wilson, yang akhirnya membawa kami ke Inggris. Kami kenal sejak tahun 2010 karena dia pernah menonton cover video aku di Youtube.

Karena kita terhubung dengan sosial media, kita sering sharing tentang musik. Dia mengikuti sekali perkembangan Knee and Toes dari awal.

 

 

 

3. Show Off di Pool Party


Bagaimana cerita tentang EP kalian
?
Ristri: Nah, ada satu momen ketika Simon berkata bahwa pada bulan September 2010 dia akan berlibur ke Bali, Indonesia. Karena pernyataan itu, kita bertekad untuk menyelesaikan EP kita lalu bertemu secara langsung dengan dengan Simon di Bali sekaligus menunjukkan musik kita.

Bie Paksi: Itu juga yang bikin kita pasang target untuk menyelesaikan album EP. Dari bulan Mei 2010 kami pun menggarap empat lagu yang kemudian kami buat mini album yang berjudul A JOURNEY. Kami mengerjakan musik, lirik, dan recording sendiri. Produksi CD pun kami lakukan sendiri dari desain artwork hingga packaging.

Ristri: Ketika di Bali, Simon mengajak teman-temannya dari Slovenia, Australia, Bali, Jakarta, dan lain-lain untuk menggelar pool party. Di sana kami mikir, ini saatnya show off. Kami jelaskan pada mereka bahwa kami adalah musisi yang ingin memperkenalkan lagu kami. Akhirnya kita perdengarkan. Awalnya cuma satu lagu. Ternyata mereka antusias hingga minta kami terus lanjutin aksi kami.

Bie Paksi: Setelah selesai bernyanyi, kami membagikan CD EP A JOURNEY kepada yang hadir malam itu di pool party. Waktu itu kami belum mengerti apa yang sedang kami lakukan, setahun kemudian kami menganggap bahwa hari itulah hari rilis EP kami.
Ngobrol hangat di Houten Hand Malang @foto: KapanLagi.com®

 

 

 

 

 

4. Pijakan ke Inggris

Lalu bagaimana kalian bisa terbang ke Inggris?
Ristri: Sebelum bertemu dengan Simon secara langsung, aku sering sharing dengan Simon tentang keinginan untuk memperdengarkan musik Knee & Toes ke luar negeri.

Di acara pool party di Bali, teman-teman dari luar negeri yang menonton bilang bahwa musik yang seperti kami bawakan harus dibawa ke Eropa. Simon pun berkata bahwa dia ingin membantu kami ke Inggris, bersedia menjadi sponsor dan menjamin kebutuhan kami. Jadi kami berangkat karena faktor percaya.

Apa yang terjadi setelah itu?
Ristri: Setelah itu, kami pulang ke Malang dengan perasaan...

Bie Paksi: Galau

Ristri: Bukan galau tapi riang! Setelah itu kita bilang ke orang tua tentang tawaran ke Inggris. Mereka bilang, 'Kalau kalian punya niat, ya gimana caranya lah'. Akhirnya sepanjang waktu itu kita banyak ambil gigs sambil nyiapin segala macam seperti visa, dokumen, paspor. Akhirnya Mei 2012 kita berangkat ke UK! England!

 

 

 

5. Hari Pertama di London


Apa yang terjadi pada hari pertama di Inggris?

Ristri: Kita tiba di Inggris, 30 Mei. Sampai di sana kita kaget, excited, suka udaranya, jetlag. Kita tinggal di rumah Simon. Keluarganya sangat welcome menerima kami.

Bie Paksi: Hari pertama aku mimpi, mimpi balik ke Indonesia hari itu juga! Hahaha.

Bagaimana cerita tentang gigs pertama kalian di Inggris?
Ristri: Gigs pertama kami adalah The Horns yang berada di Watford, London.

Bie Paksi: Pertama kali gigs kami diantar Simon sekeluarga. Deg-degan. Dan bahasa inggris kami masih kocar-kacir. Kami memakai baju batik untuk promosi bahwa kami dari Indonesia. Syukurlah, gigs pertama berjalan dengan baik. Kami menyanyikan lagu kami sendiri dan tampaknya audience sangat menikmati.

 

 

 

6. Hai Manchester, Hai Liverpool!

Setelah dari London, kalian menuju ke mana?
Ristri: Setelah sebulan di London dan puas bermain di beberapa tempat sana, kita nekat ke Manchester untuk memperluas pengalaman. Kita menjelajahi Manchester dan ternyata di sana banyak tempat yang bisa digunakan untuk tampil.

Bie Paksi: Kita mencari venue, booking, dan jadwalin sendiri. Selain itu kita juga pelajarin transportasi di sana. Jadi jadwal tertata rapi. Full!

Ristri: Setelah Manchester, kita ke Liverpool. Selain itu kami juga menyambangi Bristol, Brighton, York, dan sampai nyasar main di Edinburgh.
Timeline gigs Knee and Toes @foto: http://www.kneeandtoes.com
Apakah kalian juga promosi EP A Journey?
Ristri: Oh iya, kita selama di rumah Simon juga bikin CD untuk EP A Journey. Kita numpang burning dan ngeprint karena kita nggak bawa CD EP dari Malang. Terus di setiap gigs kita jual, 2 sampai 3 pounds. Bahkan kita juga pernah jual 5 pounds.

Banyak Yang Beli?
Ristri: Ya lumayan ya, hampir selalu laku di tiap gigs.

Bie Paksi: Biasanya pembelinya adalah audience yang menonton atau musisi yang bermain sepanggung. Pernah di Edinburgh CD kami dibeli seorang musisi yang cukup terkenal di situ, eh malah kami diberi CD albumnya secara cuma-cuma.

 

 

 

7. Kisah Lain di Inggris


Selama di Inggris kalian sudah bermain di berapa tempat?

Ristri: 30 tempat di tujuh kota. Sebenarnya kami tidak punya target sampai 30 tempat. Awalnya kita malah punya rencana main di 20 tempat. Setelah selesai 20 tempat, akhirnya kita nambah 10 lagi.

Bie Paksi: Kebetulan 10 gigs terakhir berjalan berat. Sempat ada kerusuhan di Manchester yang bikin kita batal tampil, karena bisnya nggak ada.
Dari Malang ke Inggris
Kalian nggak kepikiran untuk menemui duta besar Indonesia?
Kita sudah berusaha sebenarnya. Kita ke KBRI, cuma di sana sepi. Jadi kita cuma foto-foto aja di sana.

Selain gigs, kalian ke mana saja?
Ristri: Ke tempat-tempat bersejarahnya The Beatles. Dari Abbey Road sampai The Cavern. Lalu ke stadion sepakbola di London, Manchester, dan Liverpool.

Bie Paksi: Melihat Big Ben, London Eye, istana-istana, dan Trafalgal Square. Kami juga sempat mengunjungi kota Leeds dan makan Fish and Chips di Scarborough. Mengunjungi lokasi orang-orang hippies di Edinburgh.

Bagaimana kesan kalian setelah dari Inggris?
Ristri: Bersyukur sekali. Kami belajar banyak hal dari bahasa, budaya hingga musiknya. Kami merasa bahwa ini adalah langkah awal kami untuk memperdalam tentang dunia musik.

Bie Paksi: Banyak yang mengira kami sudah sukses karena telah berada di sana, namun sebenarnya adalah disana kami baru belajar. Kami mendapatkan banyak pengalaman berharga, masukan-masukan di musik kami, dan masih banyak lagi.

 

 

 

8. Dammit Im Mad


Akhirnya kalian sukses rilis album, DAMMIT IM MAD. Apa makna nama itu?

Ristri: Di detik-detik akhir pembuatan album, kita baru mikir ini judul albumnya apa. Akhirnya aku menemukan sebuah kata palindrome yang dibaca dari depan dan belakang sama aja. Jadi kita ngerasa ini kita banget! Apalagi ini palindrome, Malang banget. Kita kan juga bawa identitas Kota Malang yang terkenal dengan bahasa walikan. Deal!

Bisa ceritakan tentang cover album?
Bie Paksi: Jadi musik kita adalah perjalanan, sedangkan bus merah di depan ini merupakan simbol kendaraan yang kita pakai selama di Inggris. Bis di bagian belakang sengaja terlihat kosong, karena kami ingin mengajak kalian untuk ikut serta dalam perjalanan kami.
Dammit Im Mad
Ristri: Kami berdua membuat musik dan lirik dan mengaransemen bersama. Rekaman di home studio kami yang bernama Minor Cubes. Hampir keseluruhan prosesnya berjalan dengan DIY alias Do It Yourself. Oh iya, album ini kita buat berdasarkan perjalanan kita England.

 

 

 

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/adb)

Editor:

Adhib Mujaddid

Rekomendasi
Trending