JET: 'SHAKA ROCK', Menebak-nebak Arah Pasar

Penulis: Galih Aulia Akbar

Diterbitkan:

KapanLagi.com -
Oleh: Galih Akbar

Status one-hit wonder nampaknya adalah hal yang paling dihindari oleh Jet. Hingga mereka mencoba menjajal segala kemungkinan untuk selamat dari status tersebut dan dicampur-aduk dalam rilisan teranyar mereka, SHAKA ROCK. Cameron Muncey, Mark Wilson, serta 2 bersaudara Nic dan Chris Cester terlihat masih belum bisa keluar dari bayang-bayang Are You Gonna Be My Girl, meski sudah 6 tahun berselang.

Opening track K.I.A (Killed in Action) jelas menunjukkan itu semua, nyaris tak ada perubahan berarti, apalagi jika menilik komposisi aransemen dan pemilihan sound. rentetan drum dengan tempo naik turun, delay metal zone gitar yang ditumpuk-tumpuk, children chorus, dan yang tak kalah penting, kata demi kata yang tak terangkai secara harfiah antara satu dan yang lain. Terdengar seperti sebuah track yang diputar dalam credit title sebuah film action yang buruk. Forgetable.

Hal berikutnya yang nampak jelas di album yang ada di bawah bendera EMI ini adalah eksplorasi yang cenderung jadi ajang eksperimental setengah-setengah. Coba simak nuansa disco yang gagal menyatu dengan aransemen dalam Beat on Repeat. Jet terdengar seperti ingin jadi Franz Ferdinand, tapi lupa mengharmonisasi synthesizer dan menyetem bass-nya terlalu middle-treble.

Next, mereka malah mencoba menjajal bermain-main funk-metal pada Start The Show. Sayangnya, track ini malah terdengar seperti rekaman era 90-an yang gagal bertransformasi dari analog ke digital recording. Belum berhenti di situ, kuartet asal Melbourne yang telah menjual lebih dari 5 juta kopi album secara global ini melanjutkan eksperimennya di Goodbye Hollywood dan She Holds a Grudge. Dua track tersebut sejatinya ingin menggeber habis rock ballads, sayangnya aransemen yang klise tanpa lead yang jelas antara gitar dan piano, membuatnya justru 'hanya' terdengar sebagai power-pop songs.

Lantas, apakah SHAKA ROCK yang rilis di Australia 25 Agustus ini adalah sebuah album yang gagal? Jawabannya adalah hampir. Setidaknya masih ada La Di Da, sebuah piano-driven track yang solid dan tanpa basa-basi aransemen yang tak perlu. Lalu, ada Let Me Out, sebuah track bernuansa akhir 80-an yang mengingatkan karya-karya di 2 album terdahulu mereka, GET BORN dan SHINE ON.

Jet mungkin memang bukan band yang memiliki reputasi original-sounding. Band ini justru besar lewat kemampuan mereka meramu influence dan style dari aroma rock 'n roll band-band terdahulu. Yang terasa berpengaruh pada konsistensi dan dedikasi mereka sejauh ini. Ironisnya, mereka gagal melanjutkan debut monumental serta follow-upnya dalam sebuah album ke-3 hanya dalam rentang waktu kurang dari satu dekade. Dan mereka pun semakin dekat dengan kategori one-hit wonder. (kpl/bar)

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/bar)

Rekomendasi
Trending