Coldplay: 'VIVA LA VIDA OR DEATH AND ALL HIS FRIENDS', Berbobot Namun Ambigu

Penulis: Fatchur Rochim

Diterbitkan:

KapanLagi.com - Sekitar awal 2007 tersiar kabar bahwa Coldplay akan merilis album yang akan berbeda jauh dengan ketiga album sebelumnya. Saya sempat khawatir bahwa eksperimen ini akan menjadi bumerang bagi Coldplay yang sudah 'mapan' di jajaran grup band papan atas.

Namun setelah mendengar 10 lagu yang ada di album yang berjudul panjang dan tak jelas maksudnya ini saya mengerti kenapa Coldplay memutuskan untuk mencoba sesuatu yang baru. Coldplay memang belum meninggalkan gayanya. Mereka hanya memasukkan unsur-unsur baru yang ternyata cukup membuat komposisi mereka jadi lebih berkualitas.

Sampul album ini memang sedikit aneh. Memasang lukisan sebagai cover album memang termasuk jarang dilakukan oleh musisi-musisi lain. Namun melihat lirik-lirik lagu dari album ini, lukisan itu memang tampaknya pas menggambarkan tema album ini. Hampir setengah dari ini album ini memang berbicara tentang perang. Sisanya mencoba mengusung tema kematian dan religi.

Namun seperti biasa, Coldplay masih menawarkan melodi dan chorus yang terasa lebih pas untuk dibawakan secara live hanya saja di album ini kebanyakan lagu tak lagi mudah dicerna seperti album-album sebelumnya. Ini memang sedikit janggal karena Coldplay biasanya selalu membuat lagu yang catchy macam Fix You, The Scientist, Yellow, atau In My Place misalnya. Dan mungkin yang terasa lebih aneh adalah trademarkfalsettoChris Martin yang tak lagi terdengar dalam album ini. Chris lebih banyak bernyanyi dengan suara rendah.

Secara musikal, aroma U2 masih tercium kuat terutama pada riff dan warna sound gitar yang mengisi latar tiap lagu. Warna ini terasa cukup kuat terutama pada trackLost! yang berada di posisi ke-3. Sekilas lagu ini mengingatkan saya pada lagu I Still Haven't Found What I Am Looking For punya U2. Lagu yang berkisah tentang beratnya menghadapi tentangan ini memasukkan bunyi organ gereja yang menimbulkan suasana gospel pada track ini. Kasus ini terulang lagi pada trackLovers in Japan yang bernuansa Where the Streets Have No Name milik U2.

Secara musikal, album ke-4 ini memang memiliki nilai artistik lebih bila dibanding album-album sebelumnya. Namun tetap saja membuat perubahan seperti ini bisa beresiko kecewanya para fans yang sudah terbiasa dengan gaya Coldplay. Atau bisa jadi mereka sudah sampai pada tahap di mana mereka tak lagi puas membuat lagu-lagu ringan dan ingin bermusik untuk diri mereka sendiri.

Sayangnya peningkatan kualitas musikal ini belum diimbangi dengan peningkatan lirikal yang masih terasa mengganjal. Lirik dalam album ini kebanyakan bersifat abstrak dan penuh metafora namun cenderung jadi kabur karena tak ada ketegasan pesan yang ingin disampaikan. (kpl/roc)

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/roc)

Editor:

Fatchur Rochim

Rekomendasi
Trending