Diperbarui: Diterbitkan:
Pada waktu itu, Hari Musik Nasional digagas dari keprihatinan musisi nasional atas maraknya pembajakan yang dilakukan terhadap karya-karya mereka. Hingga menjelang pencanangan hari bersejarah itu, pembajakan sampai kepada angka fantastis yakni naik 600% yang disertai penurunan penjualan hingga 35% antara tahun 2000-2001 dan 20% di tahun 2001-2003.
Awalnya, kita tidak bisa memungkiri bahwa industri musik tidak hanya murni soal karya. Tapi juga bisnis, yang akhirnya bisa disebut juga sebagai bisnis padat karya. Banyak keuntungan yang didapatkan dari bisnis ini. Baik penjualan hasil karya itu sendiri berupa fisik maupun RBT, sampai konser maupun merchandise. Namun, apakah sang musisi sudah merasakan hasil dari karya mereka? Apakah mereka sudah puas hanya dengan mendapat sekian persen dari pendapatan yang harus dishare juga dengan pihak label?
Advertisement
Banyak pertanyaan yang hadir dari urusan 'penghargaan' untuk musisi ini. Dan kalau sudah begini, tiap musisi punya pandangan masing-masing. Kita ambil contoh saja musisi-musisi pendatang baru di major label. Kebanyakan dari mereka mengaku lebih rela melepas ideologi bermusik dengan kepentingan pasar. Mana genre yang laku di telinga penikmat musik, itulah yang mereka andalkan - sekalipun harus 'kembar' dengan pesaingnya. Tentu saja, ini berbeda juga dengan musisi indie label yang lebih tempramen dalam bermusik. Karakter mereka lebih kuat. Bahkan mereka rela menjadikan penjualan sebagai faktor nomor sekian setelah bermusik. Yang penting bagaimana menghasilkan karya terbaik
Dari sinilah akhirnya adanya jembatan yang dinamakan 'industri'. Tujuan yang mau diambil tiap musisi tergantung dari pilihan mereka sendiri. Namun, jika kita kembali lagi ke topik Hari Musik Nasional yang diambil dari hari lahirnya pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf Supratman, kita akan melihat lebih dekat dengan makna hari spesial ini sendiri.
Pada dasarnya, ketika Megawati mencanangkan Hari Musik Nasional, beliau menggarisbawahi soal pembajakan yang merajalela di Indonesia. Bahkan Indonesia telah menduduki peringkat pertama negara dengan pembajakan tertinggi di dunia. Untuk itulah, Megawati menghimbau PAPPRI agar menyebarluaskan pemahaman tentang hal moral dan ekonomi sebuah karya cipta musik dan lagu, karena sesungguhnya tiang utama tegaknya sistem di bidang hak cipta khususnya untuk musik dan lagu sebenarnya ditopang oleh masyarakat musik atau lagu itu sendiri.
Nah, tapi bagaimana Hari Musik Nasional yang sudah dijalani selama 8 tahun ini? Apakah sudah ada perubahan yang signifikan sesuai dengan makna dan dasar adanya hari istimewa ini? Mungkin Anda akan langsung menggeleng. Ya, seperti yang kita ketahui sendiri, pembajakan masih ada, pembajakan belum mati. Ya, musisi masih dirugikan, karya mereka dicuri, dan merasa tidak dihargai!
Jadi, apa yang seharusnya kita lakukan? Telaah dalam diri masing-masing. Cobalah mengerti bagaimana perasaan Anda saat menjadi musisi yang dirampas karyanya tanpa dihargai tersebut? Hari Musik Nasional bukan harinya konser besar-besaran, atau hari untuk ngotot mana musisi favorit Anda dibandingkan yang lain. Mari... Peringati hari ini dengan hikmad dan tunjukkan kepada dunia bahwa Anda juga menghargai para musisi selayaknya musisi memberikan kegembiraan untuk Anda dengan karya-karya mereka. Selamat Hari Musik Nasional... (kpl/boo)
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/boo)
Advertisement