LETHOLOGICA, Kurang Logis Untuk Pasar Musik Indonesia

Penulis: Galih Aulia Akbar

Diterbitkan:

KapanLagi.com - Noe, Patub, Arian, dan Dedy rupanya terus melakukan eksperimen berani, meski kini Letto sudah memasuki album ke-3 mereka, sebuah angka 'keramat', karena dari sinilah biasanya musisi mengalami 'hukum alam', semakin jaya atau sebaliknya, tenggelam.

Letto merilis album ketiga mereka yang diberi judul LETHOLOGICA, yang artinya adalah kelainan psikologis di mana seseorang tak bisa mengingat kata kunci, frase, atau nama ketika melakukan pembicaraan. Di sampul albumnya, mereka menuliskan arti kata-kata tersebut.

Album ketiga Letto setelah TRUTH, CRY, AND LIE(2005) dan DON'T MAKE ME SAD(2007) ini berisi 12 lagu yang terdiri dari 3 lagu berbahasa Inggris dan 9 lagu berbahasa Indonesia. Warna musiknya beragam, tapi tetap dihiasi dengan lirik-lirik puitis ala Sabrang Mowo Damar Panuluh atau cukup disapa Noe.

Eksperimen, nampaknya inilah satu-satunya hal yang konstan dalam setiap album Letto, selain mengumbar lirik-lirik 'anti-bubble gum' alias lirik yang butuh pemaknaan lebih dalam, album ke-3 ini terasa lebih 'sedap' dari album-album terdahulu. Namun jika mengamati perkembangan band asal Yogyakarta ini, sulit rasanya membuat Letto disejajarkan dengan band-band se-angkatannya, dari segi penjualan maupun segi kualitas.

Musica Studios, label yang menaungi mereka, terkesan memberikan kebebasan dalam pemilihan tema maupun material album secara keseluruhan, yang berarti merupakan 'angin segar' bagi Noe dan kawan-kawan. Hal ini terlihat dari musikalitas masing-masing personel yang kerap menciptakan lagu 'non-radio hits', atau kurang friendly di kuping-kuping pendengar. Satu hal kurang logis untuk selera pasar musik tanah air, yang kian didominasi tren karya less skill tapi menjual.

Single pembuka bertitel Lubang Di Hati, langsung menunjukkan progresi musik Letto, aransemen yang full, pemilihan sound yang detail, serta satu ciri khas Letto, harmonisasi pop, folk, soft rock serta chord-chord minor. Peran synthesizer rupanya cukup diperhatikan kali ini, Anda akan dengan mudah menemukan sound-sound aneh saat menikmati isi album yang rilis tanggal 8 Januari 2009 tersebut.

Lethologica ternyata juga menjadi titel sebuah musical track bernuansa etnik di album ini. Sebuah track yang pasti akan membawa Anda ingat album solo Dewa Budjana yang berpadu dengan aransemen khas Andy Ayunir serta jam session super-grup asal Los Angeles Toto.

Untuk Anda yang ingin bernostalgia dengan lagu Sampai Nanti, Sampai Mati, Anda akan temukan nuansa 'sebelas-dua belas' di track ke-6, Layang-Layang. Sementara untuk 2 lagu berbahasa Inggris, Birds Song (dibawakan dengan sound minimalis), serta Almost (sekaligus lagu penutup album ini), Letto menampilkan sesuatu yang justru dihindari oleh pelaku musik tanah air. Dua track tersebut jelas-jelas mengumbar idealisme mereka, yang semakin membuat Letto melawan logika musik Indonesia.

Lepas dari itu semua, LETHOLOGICA adalah wujud kompilasi ide masing-masing personel yang meski musiknya masih in the middle of no where, layak diacungi jempol, karena idealisme serta keberanian 'melupakan' tuntutan pasar, di tengah musisi tanah air yang serba 'melayu', mendayu-dayu dan layu. (kpl/bar)

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/bar)

Rekomendasi
Trending