Diperbarui: Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Pernahkah kamu membayangkan bagaimana proses terciptanya sebuah konser megah yang kamu tonton? Atau bagaimana sebuah band bisa melakukan tur luar negeri dengan sukses. Masih ingat dengan keajaiban NOAH yang mampu menggelar tur lima negara dalam sehari? Tanpa mengecilkan peran masing-masing band atau pihak lain, semua itu bakal sulit dilaksanakan tanpa peran-peran orang-orang ini. Siapa mereka?
Sekitar lima tahun lalu, atau tepatnya pada tanggal 16 September 2012, NOAH berhasil mencatatkan nama mereka di Museum Rekor Indonesia. Sebuah tur melelahkan bertajuk NOAH Born To Make History sukses mereka rampungkan. "Kita berhasil. Kita punya mimpi dan mimpi kita akhirnya bertemu dengan orang-orang yang bisa melihat mimpi. Jadi sebelum saya melanjutkan ini semua, kita bertemu dengan orang-orang yang mau berpikir di atas normal," kata Ariel, vokalis NOAH pada penutupan rangkaian konser di Jakarta.
Mimpi Ariel NOAH dan kawan-kawan tentu melewati perjuangan. Mereka tak sendirian berjuang, ada tim yang bekerja untuk memastikan semau berjalan lancar, mulai kesiapan venue, alat, kesehatan personel, ketepatan waktu dan lainnya. Salah satunya adalah Dian Nurvianty yang saat itu menjabat Senior Marketing & International Manager di Musica. Dia adalah salah satu sosok vital di tur tersebut, tugasnya adalah mengurus kerjasama dengan partner di Melbourne, Hong Kong, Kuala Lumpur dan Singapore. Memastikan venue, promosi dan visa artis dan kru.
Advertisement
Tur sepadat dan seribet itu jelas membutuhkan perhitungan matang. Kendala-kendala baik yang telah diprediksi maupun tidak mau tak mau juga harus dihadapi. Salah satunya adalah status Ariel saat itu masih bebas bersyarat. Praktis bukan pekerjaan mudah untuk melobi agar visa Australia sang frontman ini mulus dirilis.
"Ariel harus mendapatkan ijin dari Kementerian Hukum dan HAM saat itu, Bapak Amir Syamsuddin. Izin secara (resmi) baru kita dapatkan tanggal 11 September sore dari Kementerian, dalam bentuk disposisi Menteri. Padahal tanggal 14 September pagi harus terbang ke Melbourne.
"Saat itu visa entertainment untuk tampil di Melbourne masih ditahan oleh Imigrasi Australia karena mereka menunggu approval Pemerintah Indonesia untuk memperbolehkan Ariel ke luar negeri," kata Dian.
Disposisi dari Menteri Hukum dan HAM masih harus ditindaklanjuti lagi karena surat izin harus keluar dari Dirjen Pemasyarakatan. Surat tersebut baru bisa diambil tanggal 12 September siang. "Alhamdulillah tanggal 13 September pagi visa Uki NOAH, Lukman NOAH, Reza NOAH dan David NOAH keluar. Tapi Ariel belum, baru sorenya visa Ariel keluar. Project yang lumayan menegangkan." kenang Dian.
Kebayang kan ribetnya? Salah langkah dikit, tur yang sudah digembor-gemborkan di mana-mana itu bisa gagal total. Itu masih baru persiapan tur. Kendala-kendala lain pun bermunculan seiring dengan perjalanan sehari penuh tersebut. Contohnya adalah memastikan semua personel dalam kondisi fit, makan tepat waktu, dan sebagainya. Belum lagi saat itu David yang memegang posisi keyboardis masih dalam kondisi kurang sehat.
"Personel harus olahraga teratur dan itu sudah di-arrange oleh Musica dan Benyo yang bertanggung jawab. David harus minum obat teratur karena kondisi dia setelah operasi."
Kejadian lain paling diingat Dian adalah saat Ariel lupa meminta pada timnya agar dibawakan gitar akustik dari Jakarta. Padahal di tiap konser, NOAH selalu membawakan beberapa lagu secara akustik. Ariel baru sadar dan langsung meminta timnya membeli gitar begitu sampai di Melbourne. Sempat kesulitan, beruntung akhirnya gitar yang dimaksud bisa didapat.
"Enaknya ngurusin tur adalah bisa gratis ke luar negeri. Nggak enaknya sebenarnya biasa aja, tegang aja kalau ada masalah atau persiapan mepet. Sama kalau ada yang tahu-tahu diminta player tapi tidak dipersiapkan dari awal. Contohnya Reza NOAH minta gado-gado di Melbourne," katanya sambil tertawa.
Pengalaman serupa juga dialami oleh Wintha Dwintari. Wintha yang pernah bekerja di beberapa label dan malang melintang di manajemen artis punya gambaran yang mirip dengan Dian tentang ribetnya meng-handle tur artis ke luar negeri. Sampai saat ini, ia pernah terlibat dengan tur beberapa artis seperti Tompi di Malaysia dan Singapura, Afgan di Malaysia dan Singapura dan lain-lain.
"Waktu di artis management sih pasti ribetnya karena bawa rombongan tim artis. Sebelum berangkat pastinya kita mengirimkan data-data seperti passport, foto dan lain-lain ke pihak penyelenggara. Karena biasanya dibutuhkan untuk membuat working permit," kata Wintha ketika dihubungi lewat aplikasi chating
"Karena kan di sana untuk kebutuhan perform, pastinya dibutuhkan surat yang menjelaskan tujuan ke negara tersebut untuk apa. Karena kita pasti bawa banyak peralatan seperti alat band dan lain-lain. Biasanya suka ditanyain di imigrasi di sana," tambahnya lagi.
Itu belum apa-apa, keribetan sesungguhnya justru saat tiba di sana. Wintha dan timnya harus mengatur jadwal soundcheck, gladi resik, jadwal perform dan lain-lain. Belum lagi urusan akomodasi, transportasi sampai konsumsi. Sebenarnya, hal ini sudah diatur sebelum berangkat. Biasanya mereka mengajukan permintaan (riders) yang dibutuhkan. "Jadi pas di negara tujuan, tinggal koordinasi detailnya aja," tuturnya.
Biasanya, riders yang diminta musisi Indonesia sebetulnya tidak terlalu ribet. Namun belum tentu penyelenggara langsung bisa memahami dan mengeksekusinya. "Kalau Tompi sih dulu standar aja. Rombongan 15 orang, 8 kamar, hotel minimal bintang 4, 2 mobil dan 1 mobil box, makanan no junkfood," kata Wintha.
Ada beberapa kesulitan juga yang dirasakan Wintha saat menjelang event berlangsung. Berbeda dengan di dalam negeri, beberapa venue di luar negeri mempunyai regulasi yang ketat. Jeleknya, itu pula yang akhirnya membuat konser bisa molor dari jadwal awal yang telah disepakati.
"Acara udah molor dari perform artis pertama. Ternyata venuenya ada regular event pas jam 11 malam. Kayak misalnya loading alat yang telat karena peraturan venue yang ketat. Seperti di Singapore, kan di sana mungkin karena umumnya venue-venue standarisasinya memang buat konser yah. Jadi regulasinya ketat. Kalau di indonesia yah lebih banyak toleransinya kali yah," jelas wanita yang pernah bekerja di Trinity Optima ini.
"Di sana lebih ribet yah. Karena di sana aturannya ketat banget. Misalnya untuk ambil gambar pas konser. Mungkin atas pertimbangan kenikmatan penonton konsernya kali yah supaya bisa enjoy nonton acaranya."
Dari rentetan curhat celeb circle di atas, kebayang kan bagaimana ribetnya mengurus konser artis Indonesia di luar negeri. Rasanya, konser megah musisi idola kalian tak akan berjalan lancar tanpa jasa dan keringat mereka.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/adb/ntn)
Advertisement