Indra Lesmana dan Sederet Musisi Top di Tanah Air Tolak PP Nomor 56 Terkait Hak Cipta Lagu dan Musik

Penulis: Umar Sjadjaah

Diperbarui: Diterbitkan:

Indra Lesmana dan Sederet Musisi Top di Tanah Air Tolak PP Nomor 56 Terkait Hak Cipta Lagu dan Musik
Credit: instagram.com/ywpiano/indralesmana/dr_tompi

Kapanlagi.com - Sejumlah musisi di Tanah Air yang tergabung dalam Aliansi Para Musisi Pencipta Lagu Indonesia (AMPLI) mendesak pemerintah agar segera membatalkan dua peraturan yang membahas soal royalti musik.

Mereka adalah Indra Lesmana, Cholil Mahmud, Endah Widiastuti, Melly Goeslaw, Eros Chandra, Once Mekel, Tompi, Eva Celia, Riko Prayitno, dan Yovie Widianto.

Adapun dua aturan tersebut adalah PP Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik serta Permenkumham Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 56 Tahun 2021.

Inisiator AMPLI, Indra Lesmana, melalui pernyataan sikap AMPLI menegaskan bahwa pihaknya berpegang teguh pada Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

1. Soal Royalti

Fikri Alfi Rosyadi © KapanLagi.com

"Sebagaimana tersirat dalam UU Hak Cipta, pembentuk UU telah menyadari sepenuhnya bahwa masalah royalti sebagai amanah dari pencipta, haruslah diurus dan ditangani secara transparan oleh lembaga-lembaga nonkomersial," tegas Indra Lesmana dalam webinar virtual, Senin (20/12/2021).

Indra Lesmana menyebut, hal tersebut bertolak belakang dengan PP Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik serta Permenkumham Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 56 Tahun 2021.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

2. Aturan yang Bertolak Belakang

Fikri Alfi Rosyadi © KapanLagi.com

"Aturan tersebut telah memperkenankan pihak ketiga berbentuk perusahaan swasta (korporasi) untuk ikut mengambil alih fungsi penarikan, penghimpunan dan distribusi royalti, dengan dalih pembentukan Sistem Informasi Musik dan Lagu (SILM)," katanya.

"Bukan hanya sebagai vendor untuk membangun SILM, tapi juga mengambil alih seluruh kewenangan dan fungsi LMKN, dengan atribut sebagai pelaksana harian, dan diberikan hak untuk memotong 20% dari royalti yang ditarik dan dihimpun untuk kepentingan dana operasional," tambah Indra Lesmana.

3. Dianggap Berlebihan

credit: instagram.com/indralesmana/

Indra Lesmana menegaskan, Permenkumham Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 memberikan kewenangan kepada korporasi yang dianggap AMPLI sangatlah berlebihan.

"Sehingga, potongan yang semula hanya 20% untuk dana operasional LMK, termasuk LMKN, bertambah 20% lagi. Padahal, dalam UU Hak Cipta, potongan maksimal seharusnya hanya 20%. Kebijakan ini jelas bertentangan dengan UU Hak Cipta dan sangat merugikan para pencipta lagu," sambung Indra Lesmana.

4. Dugaan Konflik Kepentingan

Credit: instagram.com/indralesmana/

Bersama AMPLI, Indra Lesmana menduga ada konflik kepentingan karena saat perjanjian antara LMKN dan korporasi tersebut ditandatangani pada 19 Mei 2021 yang salah satu komisioner LMKN memiliki saham pada korporasi yang ditunjuk sebagai pembangun SILM dan pelaksana harian.

Karena hal itulah, ia bersama anggota AMPLI menolak keras ketentuan-ketentuan dalam PP Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 dan Permenkumham Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021.

5. Pernyataan Sikap AMPLI

Fikri Alfi Rosyadi © KapanLagi.com

"Dan karenanya, AMPLI meminta PP Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 dan Permenkumham Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 dibatalkan," kata Indra Lesmana.

"AMPLI mendorong LMKN untuk memperbaiki kinerja dan transparansinya untuk kembali membangun kepercayaan publik selama pengembangan PDLM dan SILM," tutup Indra Lesmana.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/far/ums)

Reporter:

Fikri Alfi Rosyadi

Rekomendasi
Trending