Diperbarui: Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Bisa dibilang, berakhirnya era musik melayu di Indonesia ditandai dengan keluarnya Charly Van Houten dari ST12 dan para personel Kangen Band yang mulai terurai satu per satu. Ketika sejumlah band pop berusaha untuk bangkit, hadir lah format boyband dan girlband di industri musik Indonesia.
Ucapan terima kasih patut dialamatkan pada SMASH, kalau saya boleh bilang, sebagai pelopor kebangkitan boyband di Indonesia sekitar tahun 2010. Mengadaptasi DNA boyband dari Korea, SMASH pun melesat sebagai wajah baru industri musik negeri ini, kala itu.
Saya sendiri tidak tahu apa yang membuat K-Pop bisa begitu meracuni banyak kawula muda di Indonesia, bahkan bertahan sampai hari ini. Menurut saya, sebuah stereotype baru muncul di mana pria dan perempuan dengan fisik fantasi serta paras menawan jadi sebuah standar seorang idola. Meski harus saya akui K-Pop adalah salah satu produk pop-culture tersukses saat ini.
Advertisement
Kembali ke boyband dan girlband. Formatnya sama, hanya berbeda jenis kelamin saja. Dengan lagu ringan, paras rupawan, serta stage act layaknya boyband dan girlband Korea, rasanya sedikit yang menduga kalau formula seperti ini memang akan berhasil. Malah, ada boyband yang merekrut orang asli Korea Selatan untuk mempertegas eksistensi mereka.
Suka atau tidak, akhirnya tiba juga solusi atas serbuan band pop-Melayu yang pada saat itu tengah berada di titik jenuh hingga menjadi candaan yang cukup receh. Namun di sisi lain, kehadiran fenomena ini pun memicu rasa muak dengan kembalinya stereotype atas jenis musik yang 'laku' di televisi lokal.
Beruntung fenomena yang berubah menjadi tren tersebut menghilang secara perlahan. Tapi akan lucu rasanya kalau baru mengungkapkan rasa muak kita terhadap para pelaku boyband dan girlband ini saat 'masa' mereka telah usai, termasuk saya. Ada beberapa hal menarik dari kemunculan mereka.
Walau format dan formulanya sama, munculnya berbagai boyband dan girlband di Indonesia memancing persaingan yang baru. Bagaimana menawarkan sesuatu yang bisa dinikmati dalam audio - visual secara ringan, adalah hal yang terus digodok para boyband - girlband bersama orang-orang di dapur mereka. SMASH misalnya, akan terasa berbeda jika kamu bandingkan dengan XO-IX (Xtra Ordinary Nine) yang selalu tampil enerjik di atas panggung, bahkan cedera seolah jadi hal yang biasa.
"Suara pas-pasan," jadi komentar orang-orang yang bisa jadi muak dengan sejumlah boyband maupun girlband pada saat itu. Sayangnya, hal tersebut tidak terlalu membuat kepala 'cenat-cenut' ketika suara mereka digabungkan bersama. Kualitas boyband atau girlband tidak bisa diukur hanya dengan melihat kapasitas masing-masing personelnya. Kalau perlu, tonton aksi mereka secara live, silahkan berkomentar setelah itu.
Boyband dan girlband juga membuka jalur alternatif untuk kemunculan berbagai aktor baru di dunia film Tanah Air. Ya, siapa yang tidak bosan jika menonton film dengan aktor atau aktris yang itu-itu saja? Nyatanya beberapa di antara mereka mampu menawarkan cinta dan drama yang menjadi komoditi utama masyarakat Tanah Air secara baik dalam film-filmnya.
Meski era dan tren telah bergeser dan mereka mulai menghilang, setidaknya boyband serta girlband sempat menjadi pendobrak kejenuhan industri hiburan arus utama di Indonesia, khususnya dalam koridor musik beberapa tahun lalu. Suka atau tidak? Mereka tetap layak mendapat apresiasi.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/ntn)
Advertisement