Diperbarui: Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Who doesnt know reggae these days? Dalam kurun waktu lebih 2 dekade, musik yang berasal dari Jamaika in telah mampu mencuri hati para penikmat musik di Indonesia. Musik yang membawa Bob Marley menjadi legenda ini masih menjadi pilihan utama beberapa kelompok anak muda Indonesia di samping mendengarkan musik-musik mainstream. Sayangnya, beberapa musisi besar di negeri ini, menanamkan gagasan yang keliru tentang musik reggae.
Istilah reggae muncul pertama kali pada hits rocksteady milik Toots & The Maytals, Do The Reggay. Toots Hibert, pentolan grup musik ini, menyatakan bahwa istilah reggae muncul begitu saja ketika ketika ia sedang jamming bersama dua orang rekannya. Kemudian ia mulai menyanyi, Do The Reggay, Do The Reggay, Do The Reggay dan menciptakan iramanya.
Menurut Steve Barrow, seorang reggae historian, menyatakan bahwa reggae berasal dari Jamaican Patois (Patwa Jamaika), Streggae, yang berarti seorang prostitute (pelacur). Lebih jauh, Bob Marley mengklaim bahwa istilah reggae berasal dari bahasa Spanyol yang berarti musik sang raja. Reggae diambil dari kata latin regi yang berarti 'to the king'.
Advertisement
Namun siapapun yang dinyatakan sebagai penemu istilah reggae tidaklah penting karena reggae tidak hanya ditemukan oleh satu orang saja. Reggae dipengaruhi oleh banyak budaya, jenis musik dan keadaan social politik di dunia, khususnya wilayah pesisir Karibia pada awal abad 20.
Reggae tercipta dari musik Calypso yang berkembang di Trinidad pada awal tahun 1920-an, disusul kemudian dengan steel-pan music di era setelah Perang Dunia II. 1 dekade kemudian, tepatnya pada tahun 1950an, Jamaika yang diklaim sebagai asal musik reggae, sedang dijajah oleh musik-musik Amerika yang mengudara melalui radio, di antaranya adalah R&B, Soul, Jazz, dan Rock'n'Roll.
Berbagai inspirasi warna musik ini pun memengaruhi para musisi berbakat Jamaika untuk menciptakan genre musik baru, membaurkan beberapa jenis musik sekaligus dengan musik Jazz yang energik, tempo upbeat, horns section, menjadi aliran yang kini kita kenal sebagai Ska. Siapa musisi pioneer penemu beat unik ini?
Ska beat ditemukan oleh Roscoe Gordon, pianis grup Memphis, dalam hitsnya No More Doggin' (1951). Selain itu, Prince Buster dan Jah Jerry juga mempunyai andil dalam penemuan beat ska. Seiring dengan berkembangnya Ska, berkembang pula lah industri rekaman di Jamaika melalui The Sound System.
Kita patut berterimakasih kepada para pemilik The Sound System (radio mobile station, sekarang), di antaranya adalah Clement Coxsone Dodd dan Duke Reid. Dua orang yang saat itu sangat terkenal sebagai The Selector (sekarang DJ atau penyiar), merekam karya-karya musisi amatir Jamaika untuk diputar di radio berjalan miliknya. The Selector kala itu merupakan entertainer sejati bagi para masyarakat Jamaika yang minim hiburan.
Terisnpirasi oleh Coxsone dan Duke, Ken Khouri pun mendirikan Federal Records yang menjadi label rekaman pertama di Jamaika tahun 1951, disusul Jamaican Broadcasting Corporation yang berdiri tahun 1959. 2 radio ini kemudian menjadi pendukung utama penyebaran musik ke seluruh Jamaika.
Rekaman Ska pertama dirilis tahun 1960an, seperti The Folkes Brothers dengan hitsnya Oh Carolina dan Desmond Dekker dengan hits Honor Your Mother & Father. Jangan lupakan The Skatalites. Grup yang dibentuk oleh mantan musisi-musisi Jazz kawakan ini juga merilis album pertamanya Ska Authentic.
Pada 1962, Jamaika merdeka dari penjajahan Inggris. Tak pelak musik Ska menjadi natural soundtrack khususnya bagi para anak muda Jamaika yang sedang merayakan kebebasan dan mencari jati diri. Temponya yang cepat membawa keoptimisan, merefleksikan energi dari suka cita, harapan dan kemajuan. Namun aksi pemerintah Jamaika dalam memenuhi harapan dan keinginan rakyatnya tidaklah secepat tempo Ska.
Pasca kemerdekaan, pengangguran dan kemiskinan semakin meningkat. Kejahatan yang dilakukan oleh para rudebwoy (preman dalam bahasa Jamaican Patois) semakin merajalela. Faktor sosial politik inilah yang mendasari melambatnya tempo Ska menjadi sebuah musik baru yang kemudian bernama Rocksteady. The Wailer (band awal Bob Marley) merilis single Simmer Down (1963) untuk meredam aksi-aksi kriminal para rudebwoy.
Seiring dengan meningkatnya kekerasan, kemiskinan dan pengangguran di Jamaika, sebuah kelompok yang menyatakan diri mereka sebagai ordo pergerakan bangsa kulit hitam muncul ke permukaan. Mereka tidak menginginkan kursi politik dan tidak ingin hidup dibawah pemerintah Jamaika. Mereka menganggap bahwa pemerintah Jamaika masih memandang dunia dengan mata Eropa atau kulit putih (Eurosentris).
Ordo ini memisahkan diri dari society dan memilih tinggal di pedesaan. Mereka makan dan minum bahan-bahan yang telah disediakan oleh alam. Mereka menggunakan ganja sebagai alat bermeditasi dalam alunan perkusi yang disebut Nyahbingi. Masyarakat pedesaan menyebut mereka The Black Heart Man.
The Black Heart Man memegang teguh Pan-Afrikanisme yang lantang disuarakan oleh Marcus Mosiah Garvey. Filosofi dimana bangsa kulit hitam yang tercerai berai dan tersebar di seluruh dunia akibat kolonialisme harus kembali bangkit, bersatu membangun Afrika yang baru. Garvey sangat mengagumi Ethiopia sebagai tanah harapan, tanah suci yang tidak pernah terjajah.
Gagasan inilah yang kemudian melahirkan pergerakan Rastafari yang mengagungkan Haile Selassie I sebagai Sang Juru Selamat. Pergerakan ini terutama mengajarkan bahwa rakyat Jamaika harus melihat, bekerja, dan bernapas dengan jati diri mereka yang sebenarnya, tanpa harus menjadi bangsa lain.
Salah satu musisi yang jatuh cinta dengan pemikiran The Black Heart Man adalah Robert Nesta Marley atau yang kita kenal dengan Bob Marley. Di Indonesia, Marley dikenal dengan lagu No Woman No Cry yang sering diartikan sebagai lagu soundtrack para jomblo, Nggak Ada Cewek Nggak Usah Nangis, padahal liriknya bercerita penghormatan terdalam Marley terhadap para wanita. Plus, salah satu lagu wajib yang slow banget, apalagi kalau bukan One Love.
Tapi cobalah mengulik lebih dalam lagi karya-karya Marley lainnya yang lebih religious dan rebel. Marley memang terkesan romantis lewat lagu No Woman No Cry, Is This Love?, Wait In Vain hingga Turn Your Lights Down Low. Namun, telusuri lagi album-album seperti Rastaman Vibration (1976), Natty Dread (1974), dan Survival 91979) yang super kental dengan nuansa perjuangan terselip dalam lirik-lirik soal perbudakan, ketidakadilan dan kekerasan kepada bangsa kulit hitam.
Dalam perubahan beat Ska dan Rocksteady menjadi lebih lambat, ditambah dengan cabikan upstroke gitar yang kasar dan double-skank itu, lirik-lirik bertemakan cinta, pesta dan tarian mulai berganti menjadi lirik yang lebih serius. Lirik-liriknya menyuarakan keresahan rakyat Jamaika dan filosofi ajaran Rastafari.
Reggae diciptakan oleh rakyat Jamaika, diasuh dan dikembangkan filosofinya oleh para rastaman. Para rastaman menyuarakan kepada rakyat miskin di daerah ghetto Jamaika agar tidak putus harapan. Mereka mengajarkan bahwa jawaban dari keresahan mereka ada pada Emperor Haile Selassie I. Sang Kaisar akan menegakkan keadilan dan tidak aka nada lagi bangsa kulit hitam yang tertindas. Rastaman mengganti bendera Jamaika menjadi bendera Ethiopia dengan warna merah, emas, dan hijau dengan simbol Lion of Judah di tengahnya. Bendera yang sangat identik dengan image reggae di hampir seluruh dunia, khususnya Indonesia.
Bendera tersebut adalah lambang suci, penggambaran cita-cita tulis penganut Pan-Afrikanisme yang rindu untuk kembali ke Ethiopia, yang disebut Marley sebagai Motherland. Kecintaan ini juga digambarkan salah satu putra Marley, Damian Marley, dalam lagunya yang berjudul Promise Land.
Reggae terus berkembang hingga era sesudah wafatnya Marley, seorang musisi yang jadi 'nabinya' kaum Rastafari. 'Nabi' yang menuangkan semangat perjuangan lewat lagu-lagunya yang catchy dan penuh warna, mulai dari Redemption Song, Zimbabwe hingga Buffalo Soldier.
Berkembang dengan sentuhan British dalam Lovers Rock hingga Dancehall ala Bunny Livingstone, hingga akhirnya masuk ke Indonesia. Salah satu musisi yang dikenal luas dalam genre ini adalah Imanez.
Siapa yang tak tahu Imanez. Semua para pecinta reggae bisa dibilang sangat familiar dengan lagu Anak Pantai yang dibawakannya dan meledak di era 90-an. Lagu ini bisa dibilang sebagai salah satu lagu wajib di gigs-gigs reggae. Ngaku deh.
Liriknya menceritakan tentang anak pantai yang suka damai, tak tahu waktu, yang ia tahu hanyalah sunset dan sunrise. Ringan, tapi sayang hal ini seolah menyiratkan bahwa reggae identik dengan pantai dan rambut gimbal yang mereka sebut sebagai rastaman.
Rastaman bukan cuma orang gimbal. Menjadi seorang rastaman adalah way of live yang terkait dengan banyak hal di masa lalu, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Bukan cuma rambut gimbal, apalagi baju pantai dan sarung warna merah, kuning dan hijau.
Imanez juga menginspirasi musisi lain seperti Steven and The Coconut Treez atau kini dikenal dengan nama Steven Jam. Welcome to My Paradise, Lagu Santai, Serenada, Long Time No See, dan banyak lainnya adalah hits band yang berdiri sejak 2005 ini. Lagu-lagu band yang digawangi Steven Kaligis ini memang terkesan ringan, dengan beat yang mengajak para pendengarnya bergoyang.
Selain Imanez dan Steven, dua musisi reggae lain yang dikenal secara nasional adalah Tony Q Rastafara dan Souljah. Mengusung dua nuansa yang berbeda, Tony menggabungkan unsur etnik dan Souljah memasukkan toasting dalam musiknya, keduanya juga jadi salah satu inspirasi bermusik pecinta reggae lokal.
Meski kurang lega dengan karya mereka, namun setidaknya kehadiran Ras Muhammad menjadi obat tersendiri bagi fans yang rindu akan musik perjuangan, seperti karya Marley yang abadi. Lirik-lirik penuh semangat, kritik sosial dan perjuangan untuk lepas dari penindasan dan perbudakan disuarakan dengan lantang dalam beat Raggamuffin oleh Ras yang sudah melanglang buana hingga Jamaika.
Inspirasi bermusik memang bisa dari mana saja, sehingga kita tak seharusnya menilai benar salah sebuah karya. Namun, sebelum karya itu sampai ke khalayak ramai dan terlanjur melekat lebih dalam karena salah kaprah, ada baiknya menyempatkan waktu belajar tentang musik yang sarat makna ini. In my opinion, Reggae is a music with messages, isnt beachy tales.
Article written by: Tita Chamberlin
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/tch)
Advertisement