Diperbarui: Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Waktu menunjukkan pukul 10 pagi, saya duduk di teras belakang kantor sambil menyiapkan beberapa pertanyaan. Kali ini kami kedatangan Rendy Pandugo, salah soloist yang namanya tengah naik namanya. Ia baru saja merilis sebuah single berjudul I Dont Care serta satu lagu cover dari Sheila On 7 berjudul Sebuah Kisah Klasik. Tak sendiri, ia datang bersama GAC yang memang baru saja melangusungkan rangkaian konser LDR (Lihat Dengar Rasakan) yang digagas oleh Sony Music Indonesia, label kedua artis tersebut. Dijadwalkan mereka datang jam setengah 11 pagi.
Kedatangan Rendy sendiri sangat menarik secara pribadi untuk saya karena yang saya tahu dia cukup menggilai John Mayer, yang mana satu musisi idola saya sejak beberapa tahun terakhir mengenalnya. Dan dalam wawancara ini, saya ditemani oleh salah Yoel Yaspier, rekan saya yang juga antusias dengan kedatangan mantan vokalis dari band Dida ini ke Kantor KapanLagi.com di Malang®.
Kedatangan rombongan terhitung terlambat karena kemacetan di beberapa titik di jalanan Malang. Memang rush hour bisa membuat kota sekecil ini terasa cukup sesak apalagi membludaknya volume kendaraan beberapa tahun terakhir.
Advertisement
Rendy yang mengenakan kaos putih dan celana panjang hitam serta sepatu Nike hitam-putih telah menanti kedatangan kami di sana untuk wawancara. Kami pun berjabat tangan, berkenalan dan memulai sesi interview dengan sapaan yang cukup sederhana.
KPL: Halo Mas Rendy..
R : Yup, halo.
KPL: Jadi baru rilis single I Dont Care. Secara pribadi lagu ini sempet jadi soundtrack saya dalam beberapa hari soalnya merasa beberapa kesamaan sama lirik lagu itu...
R: Ya, memang lagu-lagu ini diperuntukkan buat orang-orang semacam mas. Yang pengen move on terutama.
KPL: Oh gitu, oke. Hehehe. Tapi saya pengen tahu juga cerita lagu ini dari Mas Rendy. Seperti apa sih?
......
(Lanjut ke halaman berikutnya)
KapanLagi.com®/Abel Risang
KPL: Oh gitu, oke. Hehehe. Tapi saya pengen tahu juga cerita lagu ini dari Mas Rendy. Seperti apa sih?
R: Mmm, ini tuh sebenarnya emang lagu sedih cuman waktu gue co-writing sama Leo, namanya Leody Akbar, terus kita pengen buat lagu sedih tapi gak menye-menye. Akhirnya kita buat cerita yang sebenarnya lagi berantem atau ada masalah tapi gak... ya udah lah, terserah, bodo amat, gue udah capek, gue udah gak mau ngurusin lagi. Kayak gitu.
KPL: Pernah gak sih berada di posisi yang sama kayak lagu I Dont Care?
R: Mmm, kayaknya semua orang yang pernah membina sebuah hubungan pernah ngerasain hal yang sama sih kayak gue yang ngambil tema yang sebenernya lebih universal gitu sih.
KPL: Ini curhatan pribadi?
R: Enggak sih. Jadi sebenarnya gini, waktu gue co-writing sama Leody Akbar dia yang nulis liriknya, gue yang bikin nada dan musiknya. Kayak gitu.
KPL: Jadi musik yang semua ngerjain Rendy?
R: Iya.
KPL: Kemarin juga baru rilis klip 'I Dont Care'. Kenapa kok pilih Jepang? Apa Rendy ini Japanese Freak?
R: Mmm, gak juga sih sebenarnya. Cuma yang gue lihat musisi-musisi semua kebanyakan video klipnya ngambil spot-spot bagus di Indonesia. Terus akhirnya cuma gue gak kepengen sama aja sih akhirnya kita bikin di tempat yang agak beda deh dan akhirnya kepilih Jepang soalnya kalau diitung-itung lumayan cukup ekonomis lah.
KPL: Konsepnya?
R: Kita ngobrolin konsepnya sama director-nya, Alain Gunawan waktu itu sama Teddy Adhitya produsernya.
KPL: Ada juga adegan pakai payung padahal gak hujan gitu (di video klip).
R: Yayaya, itu kesannya 'Ya bodo amit, gue bawa payung lo mau apa?' Kayak gitu.
KPL: Adegan kayak gitu ada kaitannya juga sama lirik?
R: Mmm... Ya misalnya kayak contoh yang payung tadi. Kenapa gue tiba-tiba gue jalan di Shibuya Cross padahal lagi gak hujan. Sebenarnya lagi sering hujan juga sih, sebenernya common dan bawa payung semua sih semuanya. Cuman gak ada yang kebuka pas lagi gak hujan tapi kalau menurut gue kalau semuanya lagi bawa payung lucu sih emang semuanya pada bawa payung tapi gue ngerasa kayak pengen ngelihatin 'I Dont Care'-nya gitu lah, kelihatan cueknya gitu. Jadi kayak ya udah Shibuya Cross, serame itu, gak ada yang pakai payung cuma gue yang bawa payung. Kayak gitu lah.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
KapanLagi.com®/Abel Risang
KPL: Ada nama Enrico Octaviano adik dari Marco Barasuara. Sejauh apa keterlibatannya kok sampai masuk kredit video?
R: Sebenarnya semua yang berperan untuk lagu itu kita masukin di situ. Mulai dari music produsernya, mastering-nya, sama semuanya. Even stylist-nya, Gamal (GAC) semua kita masukin ke kredit.
KPL: Emang yang bikin beatnya Enrico?
R: Enggak. Jadi waktu itu pengerjaan di Sweden terus pas udah sampai di sini gue butuh sound yang lebih organic jadi akhirnya gue minta tolong Enrico, 'Co gue mau elo yang take drum-nya' jadi dia yang take drumnya.
KPL: Sempet juga lihat pernah 'booking' si Enrico jauh-jauh hari sebelum dia dateng ke Indonesia lewat satu video yang diposting Marco di Instagram ...
R: Yayaya, kalau itu emang dia gue tag duluan kayak sebelum dia balik ke Indo. 'Yaa, adik lo gue tag ya?' Hehehe. Karena gue tahu pasti Marco sibuk banget mulai dari Raisa sampai Barasuara.
KPL: Nah, kenapa juga nih Gamal (GAC) yang jadi Stylist di video I Dont Care?
R: Gamal itu salah satu orang yang gue respect akan karyanya. Mmm, terus memang waktu itu gue ada susah menemukan fashion stylist waktu itu dan waktunya udah mepet.
Akhirnya tiba-tiba si artists and repertoire, Inu Numata, waktu itu bilang 'Lo mau gak kalau stylist-nya Gamal?' 'Eh gue mau dong'. Gue gak kepikiran soalnya. Kalau tahu dari awal Gamal sih gue bakal pakai Gamal. Ya udah terus Gamal mau juga.
KPL: Gamal ikut ke Jepang?
R: Mmm, enggak. Jadi waktu itu Gamal cuma supervise dari sini aja. Jadi sebelum berangkat kita ngobrol masalah baju dan segala macem kayak gitu.
KPL: Di samain dulu antara tempat take video sama kostum?
R: Jadi lebih kayak lebih nyiapin berapa baju nih untuk scene yang kayak gimana aja. Ya udah dan itu udah H-2 atau H-1 gitu gue akhirnya tektokan sama Gamal. Gue ke mall beli baju segala macem, 'Mal ini bagus gak? Ini bagus gak?' Jadi kayak gitu.
KPL: Gak ada endorse?
R: Enggak, emang waktu itu kita pure cari sendiri sama (supervise) dari Gamal.
Advertisement
© KapanLagi.com/Natanael Sepaya
KPL: Pertama tahu Mas Rendy di Soundcloud, terus tiba-tiba jadi 'anak'-nya Sony Music Indonesia. Gimana ceritanya?
R: Tadinya emang goal-nya gue pengen punya album sendiri adalah cuma pengen ngerjain di rumah aja sih, home recording yang akhirnya nanti gue rilis sendiri. Sampai suatu ketika Sony menawarkan untuk mem-produce album gue. Terus di pertemuan pertama Sony gue tolak, Sony gue tolak. Di pertemuan kedua juga Sony Music gue tolak. Pertemuan ketiga baru gue deal. Gue tolak karena gue pengen ngelakuin sesuatu yang beda ketika gue bikin album sendiri/solo. Bedanya adalah pengen bikin album yang full
English.
KPL: Awalnya gitu?
R: Ya, awalnya gitu. Terus karena gue tahu pihak Sony adalah label gede which is gak bisa sembarangan mengeluarkan sebuah product kan pastinya? Akhirnya gue bilang 'Gue mau begini begini begini begini'. Sampai dipertemuan ketiga mereka bilang 'Oke, kadarnya 60 persen - 40 persen ya? 60 persen English, 40 persen si Indonesia'.
Suatu ketika gue punya kesempatan untuk ketemu A&R-nya Australi, Asia Pasific. Waktu itu gue present 5 lagu terus Alhamdullilah dia bilang, 'Oke, kita buat album full english aja'. Akhirnya doa gue terkabul, Alhamdulillah.
KPL: Ada juga lagunya Mas Rendy di album Y2Koustic bawain 'Sebuah Kisah Klasik' punya Sheila On 7. Itu prosesnya milih sendiri atau gimana?
R: Jadi gini, emang sebelum kita bahas album gue ditawarin buat ngecover lagu Indonesia. Terus gue pilihlah lagu Sheila On 7 karena gue sendiri nge-fans sama Sheila on 7 yang Sebuah Kisah Klasik sama Pria Kesepian. Cuma akhirnya yang diterima si 'Sebuah Kisah Klasik'.
KPL: Kok dua-duanya melankolis?
R: Mmm sebenernya tuh... Semua kita semua tahu lagu-lagunya Sheila On 7 booming, gak ada orang yang gak tahu. Tapi ada beberapa lagu-lagu yang nggak nge-push untuk jadi single, mereka kayak mengizinkan lagu-lagu yang tidak jadi single kayak gitu. Jadinya oke jadinya gue pilih Sebuah Kisah Klasik dan kebetulan gue juga suka Sebuah Kisah Klasik karena si lagu ini tuh lagu perpisahan yang paling nyampai pesannya sih ke kita daripada lagu perpisahan yang pernah ada yang sebelumnya gue tahu. Mulai dari segi nada, musik sama liriknya tuh perfect semuanya. Unik lah. Makanya gue mau ngerjain lagu Sebuah Kisah Klasik ini. Gue buat yang versi seperti itu lebih pengen ngasih pesan harunya. Itu yang bikin gue lebih hantarkan ke khalayak ramai.
KPL: Terus semua aransemen yang bikin Rendy?
R: Iya, base aransemen-nya. Dibantu sama Alvin Witarsa yang bikin aransemen orchestranya.
© KapanLagi.com/Natanael Sepaya
KPL: Penasaran sama gitarnya yang dipakai nih. Lokal ya? Apa nih?
R: Iya lokal, Kos Surabaya.
KPL: Kenapa kok pilih Kos, gak pilih Martin misalnya?
R: Kenapa gue milih lokal karena basic lokal karena basicly brand-brand gede itu ambilnya kayu dari kita gitu. Dan kita juga punya banyak kayu bagus dan gue bahkan tahu beberapa supplier buat si brand apa yang ternyata juga di Jawa Timur. Terus, suatu ketika butuh gitar akustik yang proper akhirnya gue ke tempat Mang Engkos, namanya Engkos Perkasa, gue tahu banget pengerjaannya dia tuh bagus banget secara sound sama finishing akhirnya gue mintalah ke beliau. Akhirnya dibikinin.
KPL: Spesifikasinya nentuin sendiri?
R: Iya, spesifikasi gue nentuin sendiri bentuknya gue tentuin sendiri sama ketebalannya gue tentuin sendiri kayak gitu. Kalau ngejar kualitas kayak gini di brand-brand gede pasti mahal banget kayak 30 sampai 40 juta gitu.
KPL: Pakai rekaman juga?
R: Iya, semua. Mulai dari 2010 lah gue makai ini.
KPL: Gearnya gimana? Selain gitar ini pakai apa lagi?
R: Fender ada, ada juga hollow body merknya Kos juga. Udah tiga itu aja.
KPL: Kalau buat efek gitar pakai banyak gak?
R: Gue bukan gear maniac sih mas, tapi kayak gue makai beberapa efek butik yang gue punya kayak G2D Cream terus Bluesbreaker Marshall yang tahun 84, Q-Tron buatannya Electro-Harmonix. Apalagi ya? Selebihnya gue custom lah.
KPL: Amplinya pakai apa?
R: Ampli gue pakai combo kecil buat di rumah.
KPL:Kalau live?
R: Live gue biasanya minta jazz chorus. Cuma itu aja sih gue gak terlalu gear maniac banget sih. Jadinya apa yang gue punya, itu yang gue maksimalin. Selalu gitu.
KPL: Kalau sound ada acuan tersendiri? Misal John Mayer atau SRV?
R: Gimana ya? Kalau sound emang se-enaknya kuping gue aja sih mas. Tapi mungkin banyak referensi kayak gue dengerin juga bangsanya Yngwie Malmsteen sama Joe Satriani, terus habis itu yang gue ngulik banget John Mayer gue dengerin semua. Jadi dari sound electrik sampai akustik gue pelajari semua untuk segi sound. Ya untuk arah ke sana sih emang gak bisa semua ditentui sama gear sih, gue yakin. Emang dari kitanya sendiri. Prinsip gue adalah kita harus tahu gaya main kita mau kayak apa dan itulah yang elo sempurnakan.
© KapanLagi.com/Natanael Sepaya
KPL: Kalau proses nemuin feel-nya di musik akustik kayak sekarang gimana?
R: Sebenernya gue gak melulu harus di akustik sih. Gue banyak megang akustik karena gue merasa lebih simple aja, gue gak harus pakai ampli, kalau main gue mau main tinggal direct aja udah beres. Tapi itu sebenarnya karena selama ini belum ada kesempatan untuk explore aja tapi nanti ketika album udah rilis akan banyak bermain di elektrik juga.
KPL: Nanti album-nya full akustik?
R: Enggak. Album enggak, udah beda konsep. Selama ini orang tahu gue pemain gitar akustik dan bedroom musician gitu tapi kayak di album beda banget.
KPL: Tapi banyak lagu akustiknya?
R: Banyak genre yang pasti. Ada beberapa genre yang gue masukin. Lebih ke explore sih gak selalu blues atau folk tapi base-nya sih pop.
KPL: Rendy sendiri yang nulis lirik sama lagu di album?
R: Delapan lagu gue tulis di Indo gue co-writing sama dua orang untuk tiga lagu di sini. Terus dibawa ke Sweden kita bawa lima lagu di sana, dikerjain di sana. Total 13 lagu-an dan semuanya gue involve di lagunya. Maksudnya ada yang nulis lirik ada yang co-writing gitu.
KPL: Nuansa albumnya?
R: Rahasia! Hahahaha. Karena gue belum boleh ngomong. Nanti pasti surprise kalau udah keluar. Ya, kita tunggu aja di single ke-dua pasti 'Whaat?!' gitu.
KPL: Single ke-dua kapan nih keluar?
R: Inshallah awal tahun depan (2017). Dalam hitungan bulan lah.
KPL: Masih aksutik (nyoba gali terus bocoran album)?
R: (Rendy hanya diam dan tersenyum dengan melirik, diselingi oleh tertawa kami bertiga)
KPL: Tadi sempat nyebut John Mayer nih, seberapa besar sih influence-nya buat Mas Rendy?
R: Besar sekali sebenernya. Jadi sebenernya gini, gue gak sengaja nemuin dia dan gue sampai tahu ada orang yang bisa ngelakuin hal se-complicated itu mulai dari bernyanyi sama main gitar smoothly. Akhirnya gue tertantang untuk bisa ngelakuin kayak gitu sih. Awal gue dengerin John Mayer karena itu sebenarnya. Terus pas gue dengerin lagi, lagu-lagunya asik juga sih sebenernya. Ya udah dari situ akhirnya keterusan mulai dari main elektrik, gaya main-nya, gaya songwriting-nya dia gak lebay tapi perumpaannya bagus-bagus sih.
KPL: Paling suka album John Mayer yang mana?
R: Gue CONTINUUM. Continuum itu the best menurut gue secara keseluruhan. Itu dia banget sih. Sebenarnya gue tahu John Mayer agak telat sih, baru 2007-an sedangkan dia muncul baru 2001. Gue tahu baru 2007 pas Continuum keluar, akhirnya gue ulik lagi yang lama-lama dari Room For Square, Heavier Things sampai Continuum, Battle Studies, Born and Raised, Paradise Valley plus album-album yang gak rilis-rilis.
KPL: Kepikiran gak bikin band kayak John Mayer Trio gitu?
R: Make sense juga sih. Ya, suatu saat kalau gue kangen band-bandan sih gue bakal buat juga sih. Ya udah sempet juga kepikiran 'Lucu juga kalau buat band-band seru-seruan kayak gini'.
KPL: Drummernya bakal Enrico?
R: Gue pernah bilang gini, 'Co, kayaknya asik juga nih bikin band kayak gini'. Dia bilang, 'Ayok yok yok yok'. Seneng banget dia kalau disuruh mainin rock.
instagram.com/rendypandugo
KPL: Makin ke sini orang-orang makin doyan musik yang berkualitas, pandangan Rendy sendiri soal ini?
R: Kalau menurut gue sih sekarang perkembangan dunia musik lebih enak. Enaknya adalah apapun itu genre-nya selalu ada penikmatnya. Let's say GAC, GAC ngeluarin kayak gini ada yang nikmatin terus tiba-tiba Barasuara, which itu (musiknya) beda banget kan tapi mereka punya massa-nya sendiri gitu. Ya, itu enak banget dan menguntungkan banget buat industri musik sih kalau menurut gue. Even mungkin kalau di luar mungkin masih Electronic Music di atas, tapi paling enggak udah universal sih kayak elo mau ngeluarin apa aja even pop, folk, blues, dangdut, semua ada massa-nya.
Gak kayak dulu waktu zaman gue masih di Dida, gue dulu vokalisnya Dida, waktu zaman boyband semua bikin boyband. Kita pada ngekor mulu, industri musik tuh ngekor mulu, pada melayu semua pada melayu. Kalau sekarang Alhamdulillah sih. Maksudnya band-band indie yang gak ke-ekspose sama sekali tadinya Stars and Rabbit atau segala macem mereka bisa berjaya maksudnya meramaikan juga kan kita gak pernah denger siapa ini terus mereka tiba-tiba muncul.
KPL: Aktif ikut Blues Night gitu?
R: Ehh, gue belum ready sih sebenernya untuk blues night kayak gitu. Main gitar gue gitu-gitu aja sebenernya. Gue belom ada kesempatan main gitu sih, tapi gue pengen banget.
KPL: Bakal stay di musik yang kayak gini? Atau gimana ke depannya?
R: We'll see sih. Album udah jadi dan bisa gue bocorkan musiknya adalah sedikit explore dan bakal ada beberapa genre di sana. Cuma untuk next-nya, ya gue bisa aja keluar dari zona nyaman gue. Kalau di musik gue bukan tipikal kayak gitu gitu aja. Okay let's say kalau misalnya gue bikin musik jazz mungkin masih ada gue-nya yang pop east-nya gitu.
KPL: Nervous di panggung masih?
R: Kalau itu masih sih. Hehehe. Itu masih sih kayak udah beberapa panggung yang gue alamin masih selalu nervous gak bisa ilang. Gue nggak tahu sih.
KPL: Biar nervous ilang ngapain biasanya?
Rendy: Gue sendiri gak tahu sih, kayak satu dua panggung kalau crowdnya enak gue bakal enjoy dan itu ilang-ilang sendiri. Mungkin kalau Gamal (saat itu ada GAC di ruangan yang sama) mungkin dia udah gak pernah ngerasain nervous. Kayak GAC, GAC mungkin gak pernah ngerasain nervous. Lu gak pernah kan?
Gamal: (Ekspresi kaget namanya disebut) Enggak, ya pernah lah (nervous).
Rendy: Alright, gue kira lo gak pernah lagi. Hahahaha. Kalau gue masih kalau setiap panggung sih, mau panggung sekecil atau segede apapun masih.
KPL: Kalau wawancara gini?
R: Kalau wawancara gini ya udah lah, santai ya. Kecuali gue harus nyanyi di dalem (depan crew KapanLagi Network) Pasti gue nervous, tapi kayak tengah-tengah lagu gue mulai enjoy.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/otx)
Advertisement