Kegelisahan Pada Tema Kesedihan Dalam Musik Pop

Penulis: Natanael Sepaya

Diperbarui: Diterbitkan:

Kegelisahan Pada Tema Kesedihan Dalam Musik Pop Sheila On 7 © KapanLagi.com/Muhammad Akrom Sukarya

Kapanlagi.com - Bagi saya, musik pop bisa merangkum dan masih jadi cara terbaik sekaligus teraman untuk mengekspresikan banyak hal. Tapi, kesedihan dan tersakiti merupakan sub-tema musik pop yang selalu menjadi favorit sebagian besar telinga masyarakat Indonesia. Tentunya ini berada dalam koridor musik utama.


Tapi sangat naif kalau tidak mengingat sederet band pop yang berjasa mengisi masa remaja saya, sebut saja Dewa 19, Jikustik, Sheila On 7 atau Peterpan. Cinta, tersakiti, harapan dan kesedihan, rasanya hampir tidak ada beda. Tentu saja, karena kita sebenarnya sudah terbiasa mengkonsumsi hal-hal semacam ini saat berada di warung, mall, angkutan kota, bahkan sebuah iklan dalam format audio maupun visual.


Sederet lagu sentimentil dari Dewa 19 tak akan pernah habis dimakan usia © KapanLagi.com/Agus ApriyantoSederet lagu sentimentil dari Dewa 19 tak akan pernah habis dimakan usia © KapanLagi.com/Agus Apriyanto


Pada kenyataannya, tidak banyak sosok 'kekinian' yang mampu mengemas sebuah hal cheesy sebaik, katakanlah Dewa 19 dan rekan-rekan sejawatnya. Selama bisa mengakomodasi kebutuhan rasa sedih dan kecewa, maka lagu tersebut akan selalu jadi pilihan. Lupakan kualitas lirik. Tentunya inipun tak lepas dari tren dan gimmick yang kadang dibumbui drama agar seolah-olah lagu si pelaku benar-benar mewakili kesedihannya.


Contoh saja Kangen Band, ada ketika musik Melayu muncul menjadi sebuah tren. Saat itu, banyak orang tak ragu untuk menghina atau sekedar menjadikan band ini sebagai candaan untuk membuka sebuah topik obrolan. Menjual? Tentu saja, ditambah eksploitasi kisah mereka yang berangkat dari jalanan hingga meraih sukses di level nasional dan melambungkan nama Kangen Band. Saya bertanya-tanya, apa ini benar-benar yang mereka inginkan?


Kangen Band, punya semua kualifikasi utama sebagai pembawa tema kesedihan © KapanLagi.com/Muhammad Akrom SukaryaKangen Band, punya semua kualifikasi utama sebagai pembawa tema kesedihan © KapanLagi.com/Muhammad Akrom Sukarya


Lucu saja kalau membayangkan lagu dengan segala kisah sedih di dalamnya jadi teman selama 8 jam sehari dan terus diputar di tempat tongkrongan. Bahkan bagi sebagian kecil orang, lagu-lagu itu bagai racun yang membunuh selera dan gairah mereka terhadap musik pop.


Tapi siapapun tidak bisa menyalahkan pelaku maupun para konsumennya, apalagi saya. Toh, setidaknya saya tidak perlu menutup telinga ketika lagu-lagu bertema kesedihan itu terdengar di sekitar saya. Nikmati saja, jika memang tidak suka, lagu-lagu seperti itu tidak akan pernah menjadi pilihan utama.


Tak lepas dari lagu-lagu bertema sedih, tapi Nidji selalu menawarkan alternatif tema © KapanLagi.com/Agus ApriyantoTak lepas dari lagu-lagu bertema sedih, tapi Nidji selalu menawarkan alternatif tema © KapanLagi.com/Agus Apriyanto


Selain itu, saya juga mulai menikmati lagu-lagu pop semacam Tap Tap Tap dari Isyana Sarasvati atau d Masiv dengan Di Bawah Langit Yang Sama. Poinnya adalah, meski mereka masih membawa lagu-lagu yang bertema kesedihan, selalu ada tema alternatif dari musik yang ditawarkan.


Ditambah juga dengan musik independen yang saat ini justru mulai mengarah major, tinggal memilih saja mana warna musik pop dengan tema yang sesuai keinginan kita. Setidaknya, saya rasa saya cukup mengkonsumsi lagu-lagu bertema kesedihan ketika hati dan pikiran saya membutuhkan suplemen semacam itu.


Munculnya sosok-sosok baru seperti Isyana Sarasvati memberikan opsi lebih terhadap tema musik pop © KapanLagi.com/Budy SantosoMunculnya sosok-sosok baru seperti Isyana Sarasvati memberikan opsi lebih terhadap tema musik pop © KapanLagi.com/Budy Santoso


Lagu-lagu dengan tema kesedihan pastinya menjual, tapi untuk kurun waktu berapa lama mereka bisa bertahan sebelum menghilang adalah persoalannya. Sedangkan kualitas, pasti bisa bertahan untuk waktu yang sangat lama meski harus melalui, entah itu proses penderitaan atau bukan. Lagipula, penderitaan tetap hal yang subjektif.


Tapi secara pribadi, seandainya musik pop saat ini bisa kembali ke masa di mana tema kesedihan masih dikemas secara baik, mungkin tidak ada rasa gelisah yang berlebih dan kembali punya kelas. Atau, sosok yang kemudian hilang begitu ketenaran mereka usai.


(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/ntn)

Editor:

Natanael Sepaya

Rekomendasi
Trending