Diterbitkan:
Era 90an, radio menjadi sarana paling ampuh untuk mendobrak karir grup-grup musik tanah air. Sebut saja Caffeine, salah satu grup musik populer yang sempat merasakan proses terkenal lewat radio.
"Kalau dulu kami besar di radio. Ada wadahnya di radio akhirnya ada label yang masuk untuk nawarin kami. Masih sehat lah waktu itu. Tahun 1997 kami masuk indie ten bareng Padi, Cokelat. Tahun 2000 baru kami masuk label," ungkap Rudy saat media visit ke kantor Redaksi Kapanlagi.com® di Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/4).
Menurut pengakuan sang vokalis, dapat dikatakan bahwa proses masuk perusahaan rekaman pada waktu itu (era 90an) sangatlah ketat. Semua itu penuh dengan penyaringan bak uji kompetensi.
Advertisement
"Waktu proses album kami gitu lagi. Dulu kami gak langsung kontrak berapa album. Pas habis indie ten itu kami bikin demo lagi dengan lagu Hidupku Kan Damaikan Hatimu, akhirnya ada label lain yang mau kami langsung kontrak 4 album di tahun 2001," jelas Rudy.
Menyambung cerita dari sang vokalis, Alam, selaku basis dari band Caffeine ikut bicara masalah sehat dan tidak sehatnya industri musik tanah air. "Ini kaya krisis dunia gara-gara kapitalisme. Sekarang itu seni itungannya uang. Misalnya, kalau dulu masukin ke radio dan memang radio puterin lagu-lagu yang bagus doing," sambung Alam.
Dirinya menganggap bahwa industri musik tanah air masa kini sudah 'tidak sehat'. "Kalau sekarang, ada aja band yang berduit kalau amplopnya gede bisa masuk airplay. Televisi juga begitu. Semua harus berbayar, udah gak sehat," tandas sang bassist.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/pur/abl)
Advertisement