Bicara Musik Sampai Posisi Elephant Kind di Peta Musik Tanah Air

Penulis: Natanael Sepaya

Diterbitkan:

Bicara Musik Sampai Posisi Elephant Kind di Peta Musik Tanah Air
Elephant Kind © KapanLagi.com/Girindra Permana

Kapanlagi.com - Keberadaan Elephant Kind di skena musik independen Tanah Air bisa terbilang masih baru. Gaung unit indie-pop Ibukota ini pun mulai kencang terdengar ketika mereka secara bergerilya menyusuri setiap panggung acara dan gigs di Jakarta.


Namun harus diakui kalau Elephant Kind pun menawarkan musik yang fresh, jauh dari tema pengulangan, dan tidak menjenuhkan ketika harus mendengar ulang lagu-lagu mereka. Kami pun beberapa waktu lalu mendapat kesempatan untuk berbicara banyak hal dengan Bam (vokal, gitar), Bayu (drum), dan Dewa (gitar, synth) sebagai motor utama Elephant Kind.


Mulai dari kehidupan mereka setelah selesai dengan rutinitas kantoran, hingga keadaan dan seberapa penting posisi mereka di peta musik Tanah Air. Mari kita simak satu per satu di halaman-halaman berikutnya.

1. Kisah Awal Elephant Kind

KapanLagi.com®: Kenapa Kalian Mengambil Nama Elephant
Kind?

Dewa: Namanya Elephant Kind itu diambil Bam dari tugas akhir di kuliahannya, terus dapet riset dari Twitter tentang Gajah, tentang wise-wise seekor Gajah. Ya bisa mati gara-gara sakit hati, walaupun udah mati berdirinya masih tegar. Kurang lebih Elephant Kind itu, sejenis gajah itu digambarin sama nama ini tuh manusia kurang lebih sama kaya manusia atau manusia yang kurang lebih sama kaya manusia.

KapanLagi.com®: Kenapa ditambahin Kind?

Bam: Ya sejenis gajah, orang-orang yang kaya gajah gitu.
Bayu: Bisa mati karena patah hati dan banyak gitu. Bisa mati karena patah hati, hahahaha.
Dewa: Banyak lah wise-nya gajah.

KapanLagi.com®: Dengan basic musik pop dan link orang-orang industri, kenapa kalian lebih memilih untuk melangkah di jalur independen?

Dewa: Karena belum ada tawaran (dari major label sih),
hahahaha.
Bayu: Sebenarnya kita nggak masalah juga kalo ada yang mau nawarin dari label gede, tapi intinya tetep kreatifitasnya nggak boleh diganggu gugat sih. Sebenarnya sih kenapa lebih independen karena..
Bam: Karena kalau independen kreatifitasnya bisa kita sendiri yang ngatur. Karena kalau label kan ada banyak bagian dari mereka lah, nah kalau di independen itu kita bisa ngelakuin apa aja. Orang suka ya bagus, nggak juga ya udah.
Bayu: Dan tapi sekarang fenomena band-band di Indonesia juga lebih milih jalan di jalur independen sih. Kayak Sheila On 7, Raisa, HiVi. Jadi pas ngobrol-ngobrol kayak, yaudah lah (Independen aja). Apalagi sekarang kayaknya udah digital ya, ada banyak platform yang bisa kita pake dan pada akhirnya kebukti ya berapa tahun belakangan ini gue merasa musik-musik indie di Indonesia pun ngasih warna musik baru yang kenceng banget, gitu.

KapanLagi.com®: Lalu, kenapa Elephant Kind membuat sebuah movie untuk mengiringi EP pertama kalian?

Bayu: Karena sebenarnya itu kan film, tentang visual. Tapi akhirnya ada yang mau ngadaptasi untuk bikin film yang beneran, divisualisasiin, akhirnya yaudah, jadiin aja, gitu.

KapanLagi.com®: Dan film ini masih relate dengan EP kalian?

Bayu: Iya sih. Cuma di short film itu gak sama persis gitu dengan di EP, lebih kayak inspired by EP kita gitu. Jadi ya berkolaborasi sih, karena kita mikirnya waktu pas rilis EP itu, sambutan dari temen-temen oke, terus
akhirnya ya kita bermusik dan kita pengen berkolaborasi dengan temen-temen seniman lain lah, akhirnya kita berkolaborasi untuk bikin film pendek itu.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

2. Proses Kreatif Elephant Kind

KapanLagi.com®: Materi kalian bicara tentang 'patah hati' dalam scope yang lebih luas. Apa ada trigger tertentu sebelum kalian menulis materi? Nonton film atau baca sesuatu terlebih dahulu?

Bam: Muncul aja sih tiba-tiba. Kayak ada cerita dari siapa gitu. Sebenarnya lagu-lagu kita itu cerita kehidupan nyata dan semua itu benar-benar pernah terjadi, dan kalau misalkan (nulis materi) gara-gara dengerin musik sih nggak pernah ya. Rata-rata materi itu bikin dari scratch, kepikiran ide, tema gitu atau musiknya enak gitu.
Bayu: Ya itu sih, maksudnya literal. Gak harus nonton film atau musik dulu, karena ya basically kita bertiga punya selera musik yang beda-beda kan, jadi ya udah kaya kejadian yang terjadi nyata aja gitu. Nah musiknya juga menceritakan perjalanan kita bermusik di Jakarta. Kurang lebih seperti itu sih.

KapanLagi.com®: Ketika muncul ide, tema, atau nada, bagaimana proses kalian membentuknya sampai menjadi sebuah materi baru?

Bam: Biasanya gue sih, kirim demo dulu. Terus kalau suka lanjut, kalau gak suka ya gak usah.
Bayu: Terus di studio juga ada beberapa lagu. Biasanya kan kalau latihan, ngejam-ngejam, terus ada berapa lagu yang enak. Nah biasanya tuh itu dibawa pulang sama si Bam, terus dirangkumin lagi lah ibaratnya. Akhirnya besok langsung gini, gini, gitu.
Bam: Paling gampang gitu sih. Soalnya kalau nggak, ya nggak jadi-jadi lagunya.
Bayu: Ya maksudnya kirim Whatsapp sih. Jadi kita mempercayakan sama si Bam sih. Kalau tiga-tiganya punya kepala, ancur nih band, hehehe, gak ada yang jalan.
Dewa: Biasanya pas udah tinggal draft aja, tinggal minta pendapat-pendapat. Apalagi kalau pas mastering, berapa kali tuh. Pas di situnya sih baru bener-bener dirembukin.

KapanLagi.com®: Choki KPR sempat bergabung, apa yang membuat kalian berpisah?

Dewa: Si KPR-nya tuh sebenarnya udah lama banget sih. Malah udah dari sebelum Bam dateng ke Indonesia. Terus pas kita maen dari Neonomora, sama dia, itu yaudah maen terus dia dateng bikin project juga. Akhirnya dapet panggilan-panggilan juga, akhirnya si Choki tuh lebih mengutamakan KPR, soalnya keluarga lama juga.
Bayu: Karena Choki di KPR juga frontman ya, gak mungkin digantiin juga. Cuma maksudnya hubungan kita juga baik banget. Ya orang ada yang nyari-nyari drama gitu, ini berantem atau apa, padahal pas kita ketemu mah biasa aja sebenarnya sama Choki. Karena wave-nya barengan semua. KPR, Elephant Kind, Barasuara dan lain-lain. Jadi akhirnya gue ngerasa bukan kayak, ini saingan, bukan. jadi sama-sama gerakin scene indie di Indonesia dan akhirnya menurut gue sih akhirnya jadi semakin keren. Bukan cuma di Jakarta aja, tapi di kota-kota lain juga.

3. Melangkah di Jalur Independen

KapanLagi.com®: Menurut kalian, kesulitan melangkah di jalur independen itu seperti apa?

Bam: Kayaknya kalau band indie gitu sih harus concerning buat ngebuktiin sih. Kalau udah itu, lo mau materinya bagus apa nggak, marketing apa segala macem, baru jalan semua. Kalau major kan lagu yang biasa-biasa aja juga diputer kan. Kalau indie, lagu bagus ya bisa diterima masyarakat, kalau nggak ya nggak akan diterima. Jadi bener-bener fair banget game-nya. Bagus sih.
Bayu: Sebenarnya bukan kesusahan sih kalau menurut gue. Jadi punya ritme yang dinamis aja sih, ya kayak dari semuanya lah, gak cuma soal bermusik dan dari segi marketing dan lain-lain. Ya karena kan dulu juga gue kerja di sini ya (KapanLagi.com®), beberapa kali ngeliat band-band major dari label dateng tapi gue gak kenal, gitu. Kayak dari daerah mana, dateng, terus kayak mereka yang udah, 'gue masuk label tuh udah pasti bisa berhasil nih,' padahal gak ada jaminan juga lo masuk label itu bakal sukses. Ya menurut gue, kayaknya emang harus balik ke musiknya lagi. Mau indie gak indie, kalau musiknya enak ya pasti bisa diterima sih. Ya gue dulu pas Elephant Kind awal jalan juga gue mikirnya, 'bisa gak ya?' dan kayak pas maen di Semarang tuh pada nyanyi semua. Akhirnya gue mikir kalau lagu berbahasa Inggris tuh udah bukan jadi barrier lagi, gitu. Jadi orang sekarang tuh udah tau mana yang bagus, mana yang nggak. Dan karena ada social media itu sih, akhirnya ke-filter semua, enaknya gitu sih.

KapanLagi.com®: Menurut kalian, seperti apa sih keadaan
scene musik di Jakarta?

Bayu: Tapi sebenarnya di Jakarta belum ada venue yang proper sih ya kalau menurut gue. Yang proper, yang bagus banget. Ada sih beberapa, tapi nggak banyak.
Bam: Gue juga ngeliat kayak sponsor-sponsor gitu matanya ngeliat kayak kita-kita gitu. Ternyata, kita ini yang engagement-nya paling besar, ya sama fansnya masing-masing. Terus mereka ya ngeliat kalau engagement-nya besar, pasti orang-orang bisa relate sama kita gitu. Dan karena relate itu, gak tau, mungkin mereka bisa beli produknya atau apa gitu.
Bayu: Ya even, kalau brand-brand, let's say kayak rokok gitu ya ngundangnya artis-artis label besar. Cuman kalo lo perhatiin juga sekarang udah shifting. Even kayak event Soundrenaline pun sudah meng-indie-kan si Soundrenaline-nya. Banyak artis-artis indie yang mulai masuk. Jadi, bagusnya adalah, karena si indie ini punya kualitas yang bisa dibilang beda, gitu, dari yang udah ada. Jadi ya kayak ngasih warna baru aja sih, gue ngeliatnya gitu sih, alternatif lah.
Dewa: Mungkin karena band-nya juga udah mateng kali ya, mereka bisa meyakinkan. Lagian kalau mereka (pihak acara) mau bikin acara juga mereka pasti udah ada nama- nama bandnya yang mau diundang.
Bayu: Bahkan kayaknya indie-indie ini juga bisa jadi mainstream ya, hahaha. Ya maksudnya bagus sih, kualitasnya berarti meningkat. Gue sih ngeliatnya gitu sih kalo sekarang.

4. Kehidupan di Luar Band

KapanLagi.com®: Di luar kegiatan ngeband, apa yang dilakukan Elephant Kind?

Bam: Kalau gue siaran, di Kiss FM. Tapi seminggu 2 kali doang.
Bayu: gue juga siaran sama Elephant Kind. Gak tau sih, kayaknya sekarang band jadi lebih serius ya, hahaha. Ya orang mikirnya mungkin kayak, 'lo yakin nih?' tapi gue mikirnya sih kayak fun aja. Kalo gue sih ngerasanya gini, dulu gue pernah kerja kantoran, terus dengan ini (band) kayaknya quality life-nya lebih enak aja, gitu, gak stres. Terus menjalankan apa yang lo suka dan menghasilkan, itu asyik sih.
Dewa: Gue desainer, freelance tapi. Jadi ya nunggu aja kalau ada kerjaan.

KapanLagi.com®: Lalu bagaimana dengan 'hidup dari musik'?

Bam: So far sih enak banget, gue seneng banget sih. Udah 2 tahun ini kita hidup dari musik dan cukup aja sih.
Dewa: Nah, kalo gue masuk fakultas desain dari dulu tuh cuma buat ngeband, sumpah, hahahaha. Nggak mau jadi desainer banget juga sih, cuma kalau ada mah, sok sini gue kerjain. Tapi pas ada band mah males lagi ngambil freelance.
Bayu: Soalnya banyak ya band-band indie yang punya kerjaan tiap harinya gitu. Ya kita gak tau sih ke depannya gimana.
Dewa: Malah dulu gue sebelum ngeband banyak banget gue bisnis-bisnisnya, jualan kaos lah, freelance lah. Cuma pas ada band, ya cukup lah.
Bam: Ya gue juga baru nyadar udah 2 taun setengah. Gue juga kerjaannya bikin musik buat iklan, terus sisanya gue cuma ngeband doang kerjanya, dan survive. Cuma advice gue sih buat orang-orang yang pengen mulai ngeband, buat yang baca, ya jangan sampe dilupain juga kerjaannya. Kalo kemaren sih gue nekat dan hoki aja sih.
Bayu: Cuma ya emang kita sebelum Elephant Kind jalan, kita juga kan masing-masing punya kerjaan sendiri. Jadi akhirnya ilmu yang pernah dipake, dijalanin di Elephant Kind juga. Jadi ya kayak ngantor sih. Jadi kayak gue yang nge-manage, Bam yang produser, Dewa yang nge-
package visualnya dan desain, ya kita seneng aja sih jalaninnya.

5. Posisi Elephant Kind di Peta Musik Tanah Air

KapanLagi.com®: Seberapa penting Elephant Kind di peta musik Indonesia menurut kalian sendiri?

Bam: Menurut gue sih, salah satu yang paling penting sih Elephant Kind ini. Karena buat ngemajuin industri, campur raise the taste level, biar negara ini taste level-nya naik. Terus juga kita banyak bantu untuk menginspirasi bukan cuma dengan musik, tapi dengan cara nunjukin kalau industri tuh, kita gak ada dulu industri musik gitu di Indonesia. Kita harus ngebuat industri, kita harus ngebuat ekosistem yang baik, dan musik tuh gak itu-itu aja. Menurut gue itu peran (Elephant Kind) yang cukup penting sih buat gue. Harus bakal ada yang lanjut lagi, evolve terus.
Bayu: Seperti yang Ibam bilang, sama, menurut gue penting sih, karena ini biar lebih ada revolusi mental aja. Maksudnya, kita kan udah jalanin 3 tahun ya sekarang, maksudnya gue sering liat komen-komen di YouTube, 'ih ini kayak Vampire Weekend-nya Indonesia ya'. Maksudnya ya gue pengen lebih ilangin mental yang kayak gitu.
Bam: Kesannya kan kita kayak di bawah, padahal band Indonesia sekarang udah sama semua, mereka juga sama-sama aja.

KapanLagi.com®: Berarti kalian juga ingin menanamkan pemikiran kalau referensi musik Indonesia sekarang sudah sama baiknya ya?

Bayu: Banyak banget ya sekarang, dan seru gitu. Satu sama lainnnya sekarang kan temenan, kalo sekarang lebih enak aja sih.
Dewa: Kalau seberapa penting Elephant Kind, gue ngerasa pentingnya tuh konsistensinya, udah ada pendengarnya. Terus, dan kita ini konsistensi berkaryanya udah ada, lebih ke situ sih.
KapanLagi.com®: Kayak pertanggung jawaban kalian?
Dewa: Iya sih, bener.

KapanLagi.com®: Terima kasih Elephant Kind!
Elephant Kind: Oke, sama-sama, terima kasih juga.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

Rekomendasi
Trending