5 Perubahan Killing Me Inside, Dari Metal ke Modern Rock Casual

Penulis: Trian Sulaiman

Diperbarui: Diterbitkan:

5 Perubahan Killing Me Inside, Dari Metal ke Modern Rock Casual
Killing Me Inside ©KapanLagi.com
Kapanlagi.com - Dengar band Killing Me Inside kita langsung teringat dengan band metal tahun 2000-an, yang didominasi oleh subgenre post-hardcore, kemudian berkembang dengan istilah screamo.


Boleh setuju atau tidak, Killing Me Inside jadi pendobrak musik di Tanah Air. Band ini sudah terlebih dahulu sukses di scene underground Ibukota, sampai namanya tersohor ke Malaysia. Kemudian, mereka sukses pula di industri musik mainstream saat merilis album kedua dengan meraih berbagai penghargaan.


Bertahan sekitar hampir satu dekade di dunia musik membuat Killing Me Inside terus bertransformasi. Perubahan dari segi penampilan dan arah bermusik menunjukkan kalau band ini mengalami sebuah proses dan hidup.


Nah, seperti apa perubahan Killing Me Inside tersebut? Let's check this out.

1. Awal Formasi

Sejak awal kemunculannya pada tahun 2005, Killing Me Inside jadi band yang mencuri perhatian. Terutama bagi anak-anak muda yang mencari sesuatu yang baru di scene musik underground.

Kebetulan saat itu band-band Emo sedang menjamur. Namun seiring berjalannya waktu, band yang mengusung Emo pun mulai satu per satu membubarkan diri. Tren musik beralih jadi musik screamo dan generasi post-hardcore.

Onadio Leonardo, Sansan, Raka Cyrill, Josaphat klemens, dan Rendy disatukan dengan kegemaran mereka mendengarkan lagu Drop Dead Gorgeous, From First To Last, dan A Skylit Drive, dan Chiodos. Akhirnya, Killing Me Inside pun terbentuk.

Seperti umumnya band screamo, rambut mereka dibiarkan panjang dengan poni lempar dan skinny jeans jadi fashion paling keren pada saat itu. Sneaker Macbeth dan Vans adalah fashion item yang paling digemari urusan sepatu.

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

2. Fenomena The Tormented

Pada tahun 2000-an sampai akhir 2009, semua band mengandalkan social media My Space untuk berinteraksi. Interaksi itu memudahkan mereka berinteraksi dengan sesama band seperjuangan ataupun dengan para penggemar.

Killing Me Inside mengunggah dua single di My Space, Suicide Phenomenon dan The Tormented, yang tanpa aba-aba lagu itu langsung jadi hits. Karena selalu dibawakan Killing Me Inside saat menjajah pensi dan gigs di Jakarta, nyaris anak gigs hafal lirik lagu dan selalu bernyanyi bersama sambil diselingi stage diving seru.

Periode kesuksesan Suicide Phenomenon pun ditandai dengan kehadiran Dochi Sadega di Killing Me Inside. Yup, setelah The Side Project, band Dochi tenggelam, ia jadi additional guitar di Killing Me Inside. Dochi dan anak-anak Killing Me Inside memang satu tempat nongkrong.

Video klip sederhana The Tormented yang diunggah oleh Josaphat pada tahun 2007. Video klip yang menggambarkan kesuksean awal karir Killing Me Inside itu sukses ditonton 1 juta kali di Youtube.

3. Sansan dan Raka Keluar

Raka terlebih dahulu memutuskan untuk keluar dari Killing Me Inside karena memilih berkarir dengan Vierra. Alasan klise untuk bisa sukses di dunia musik dan membanggakan orang tua jadi pertimbangan Raka saat itu.

"Gue diharuskan untuk memilih Vierra yang disebabkan oleh 'suatu faktor keluarga' yang sama sekali nggak bisa gue tolak," katanya di My Space.

Killing Me Inside lalu merilis debut album mereka A FRESH START FOR SOMETHING NEW. Single A Letter of Memories dan Forever jadi favorit sebagian fans karena liriknya yang dalam dan musiknya yang membius.

Para Killsm Street Team kembali harus menelan pil pahit, ketika personel Killing Me Inside memilih band lain. Yup, kali ini Sansan yang memutuskan untuk fokus membesarkan Pee Wee Gaskins bersama Dochi.

Pee Wee Gaskins dan Killing Me Inside memang tidak bisa dipisahkan pada tahun 2008 dan 2009, dua band ini adalah raja pensi dengan para fans yang sangat fanatik. Namun sejak Sansan bergabung Pee Wee Gaskins, tak sedikit pula para die-hard fans akhirnya membenci band pop punk itu karena dianggap telah 'merebut' Sansan dari Killing Me Inside.

 

4. Tembus Mainstream

Siapa sangka, meski ditinggal dua personel andalannya, Killing Me Inside masih tetap kuat berdiri. Bahkan, band ini akhirnya bisa menembus kesuksesan mainstream.

Line up baru diumumkan. Onadio kini memegang vokal menggantikan Sansan. Kemudian posisi drum dikendalikan oleh Davi Frisya. Josaphat tetap bertanggung jawab pada gitar, dan Agung muncul sebagai bassist. Belakangan Agung keluar dan digantikan sementara oleh Ruyde Thirteen.

Killing Me Inside berhasil jadi salah satu pengisi soundtrack film horror Air Terjun Pengantin. Tanpa Dirimu adalah lagu yang jadi soundtrack film garapan Rizal Mantovani tersebut. Selepas itu, mereka pun merilis album self-titled, yang jadi debut di jalur mainstream.

Sukses di mainstream ©KapanLagi.com

Single Biarlah menuai berbagai reaksi dari fans Killing Me Inside. Mereka kecewa dengan musik yang tidak lagi sekeras dulu bahkan kini terdengar ngepop. Namun, lagu Biarlah sukses membuat Killing Me Inside diterima oleh masyarakat secara keseluruhan. Jumlah fansnya pun semakin tersebar merata di Tanah Air.

Penampilan mereka sudah tak berantakan seperti dulu. Rambut gondrong yang jadi ciri khas mereka mulai dipangkas habis, Onad cs kini terlihat rapi dan casual demi tampil prima di layar kaca.  Tak heran, albumnya pun sampai dapat penghargaan Platinum.

 

5. Album One Reason

Pada tahun 2011, Killing Me Inside kembali harus kehilangan personel andalannya. Davi Frisya memilih untuk keluar dan bergabung dengan band barunya Leikha.

Tak ingin berlama-lama meratapi nasib, Killing Me Inside kemudian move on dengan merilis album baru berjudul ONE REASON. Album tersebut mengandalkan single Jangan Pergi. Single tersebut semakin mendefiniskan arah musik Killing Me Inside yang jadi lebih ke condong ke modern rock.

Secara musik, ONE REASON seperti jalan tengah Killing Me Inside. Album ini berisi nomor lagu pop untuk berjualan seperti Jangan Pergi, Menyesal, Dua Hati, dan Untukmu. Namun di satu sisi, mereka juga berusaha bernostalgia dengan sound liar ala band metal lewat One For Last Time dan Never Go Back.

Killing Me Inside dari metal ke casual ©wikipedia

Soal penampilan, Onad cs pun semakin casual dan tak buta dengan tren fashion. Dulu sempat memuja Macbeth, kini ia lebih sering manggung menggunakan Doc Martens boots. Begitupun personel lainnya, yang sudah tidak anti manggung mengenakan kemeja.

Nah kalau kalian, lebih senang Killing Me Inside saat metal di awal karir atau yang lebih casual dengan musik modern rock-nya sekarang?

 

(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)

(kpl/trn)

Editor:

Trian Sulaiman

Rekomendasi
Trending