Diperbarui: Diterbitkan:
Musik yang merupakan ekspresi kebebasan dalam berkarya juga sempat mengalami represi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah. tercatat ada momen kelam penting yang menghiasi sejarah musik Indonesia.
Tercatat dari tahun 60-an hingga saat ini banyak peristiwa yang dialami oleh musisi atau band. Mereka harus menghadapi pencekalan atas karya yang mereka tunjukkan. bahkan mereka harus membayar mahal dengan masuk penjara.
Advertisement
Pada tahun 2008 grup band Slank sempat akan digugat oleh DPR yang tersinggung dengan lagu yang berjudul Gossip Jalanan. Lagu ini tercantum dalam album PLUR yang CDnya diberikan ke KPK sebagai bentuk dukungan kepada lembaga pemberantasan korupsi ini/
DPR merasa kebakaran jenggot ketika mendengar lagu ini dan menuduh bahwa ini penghinaan kepada lembaga negara. Dukungan terhadap Slank pun berdatangan baik dari KPK.
Slank mengatakan jika DPR tidak seperti yang mereka nyanyikan lagu ini maka tidak perlu menuntut. Kasus ini pun selesai dengan sendirinya, namun kesulitan Slank tak berhenti di situ. Setiap mereka membuat konser besar dipersulit perizinannya oleh polisi karena keterlibatan mereka dengan KPK.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
Berbeda dengan musisi lain, grup band Dewa 19 harus berhadapan dengan ormas islam terbesar di Indonesia yaitu Front Pembela Islam (FPI). Permasalahannya adalah sampul album Laskar Cinta yang memuat logo seperti kaligrafi Allah.
Masalah ini pun memanas hingga FPI melaporkan Dewa 19 ke Polisi. Setelah cukup lama dan saling melempar komenta komentar panas, akhirnya pihdak Dewa 19 mengalah dan berniat untuk mengganti desain sampul albumnya.
Menyangkut perubahan logo, Dewa 19 juga mencetak ulang cover album Laskar Cinta. Dalam cetak ulang cover album itu, selain ada perubahan logo, juga ada perubahan di gambar personel Dewa 19 yang sebelumnya terlihat memakai tato dihilangkan, sesuai saran dari Majelis Ulama Indonesia.
Advertisement
Penyanyi yang dikenal sebagai Bob Dylan nya Indonesia ini mungkin sudah kenyang dengan represi dan cekalan yang diberikan oleh pemerintah orde lama saat itu. Namun tak ada rasa kapok bagi pemilik nama asli Virgiawan Listianto ini untuk menyuarakan keadilan, protes dan hal sosial lainnya.
Puncaknya adalah saat dia mendirikan SWAMI bersama musisi lainnya seperti Sawong Jabo. Kartya yang terkenal adalah Bongkar dan Bento yang memang ditujukan untuk pemerintahan orde baru kala itu.
Sebuah tragedi yang masih membekas bagi para musisi underground tanah air. Tragedi yang tak pernah mereka inginkan pun menimpa saat launching album dari band metalcore asal bandung, Beside. Launching yang seharusnya pesta dan bersenang-senang menjadi duka akibat penumpukan massa di pintu masuk dan mengakibatkan 11 nyawa melayang akibat susah nafas.
Tragedi ini berbuntut pada pencekalan band-band undergorund di Bandung dan Jakarta untuk menggelar konser. Sebuah pencekalan yang tak perlu seharusnya. Bahkan ironisnya Beside dianggap sebagai band pembawa maut. Sebuah beban bagi Beside sendiri dengan label ini
Bisa dibilang tahun 2008 musik underground tanah air sempat mati suri lantaran susahnya pihak polisi dalam memberikan perizinan sebuah acara. Imej negatif masih diberikan kepada para musisi ini. namun kegigihan mereka untuk menghidupkan scene membuat semuanya bisa berjalan seperti semula lagi.
Lirik-lirik bertemakan kritik sosial yang diusung oleh Elpamas membuat mereka harus berurusan dengan pemerintahan. Terutama lirik Pak Tua yang masih dikenal oleh masyarakat hingga kini.
Lagu yang diciptakan oleh Elpamas bersama Iwan Fals yang memalai nama samaran Pitat Haeng ini menceritakan seorang penguasa yang sudah tua tapi belum mau pensiun. Tak lain lagi lagu ini ditujukan kepada Soeharto yang kala itu menjabat sebagai presiden dengan periode cukup lama. Lagu ini klipnya dicekal oleh TV lantaran liriknya yang menyinggung. Pun begitu album ini laris di pasaran dan laku hingga 5 juta keping.
Meski terkenal dengan lagunya yang pop abis dan jauh dari kritik mengkritik, namun Duo Ratu sempat dicekal oleh pemerintah Malaysia. Lagu Lelaki Buaya Darat yang dinyanyikan oleh Maia dan Mulan ini dicekal untuk beredar di Malaysia lantaran dianggap berkonotasi negatif
Ratu sempat mengganti judul lagu tersebut, namun tidak sukses. Pun begitu beberapa radio di Malaysia masih memutar lagu ini secara sembunyi-sembunyi.
Mungkin kita tak akan pernah mengira jika Bimbo pernah berurusan dengan pemerintah karena lagunya. Selama ini kita mengetahui jika karya Bimbo cukup manis dan tak ada kritik sosial yang pedas di dalam lagunya.
Ternayatadala salah satu lagu yang berjudul Tante Sun yang membuat pemerintah pada paruh era 70-an merasa terhina. mereka menuduh lagu ini sebagai sindiran terhadap istri pejabat
Pencekalan tak hanya dari segi lirik saja, namun juga dari penampilan musisi tersebut saat di panggung. Sebuah momen yang masih melekat dibenak pecinta musik rock dan merupakan bagian dari sejarah rock Indonesia adalah aksi panggung Micky Jaguar.
Vokalis band bernama Bentoel dari Malang ini menyuguhkan aksi panggung yang belum pernah ada di Indonesia. Dia menyembelih kelinci dan meminum darahnya di atas panggung. Aksi menyeramkan ini membuat penonton kaget dan tak ayal polisi pun segera mengintogerasi pria asal Malang ini.
Pergantian pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto ternyata tak menguntungkan bagi musisi saat itu. Kebebasan mereka untuk mengungkapkan lagu masih dibatasi
Grup band D'Lloyd pun merasakan bagaimana dia harus berhadapan dengan pihak berwajib terkait lagu-lagunya. Lagu mereka berjudul Hidup Di Bui dianggap menggambarkan keadaan yang tak benar mengenai lembaga pemasyarakatan. D'Lloyd pun terus dipantau oleh polisi kala itu, bahkan Bartje Van Houten selaku komposer dan gitaris rela tidak mencantumkan namanya.
Memainkan musik di akhir tahun 60-an adalah sebuah perbuatan makar terhadap negara. Pemerintahan Soekarno yang saat itu melarang adanya invasi budaya barat. Bahkan pria yang berambut gondrong dan berpenampilan ala hippies harus ditangkap dan memotong rambutnya.
Di tengah masa sulit tersebut tak membuat surut pemuda asal Tuban ini dalam memainkan musik pop dan rock n roll. Kenekatan ini membuat mereka akhirnya ditangkap dan dituduh mewakili aliran politik kapitalis dan dianggap meracuni pemuda dengan lagu-lagu The Beatles yang mereka mainkan.
Sebuah tuduhan yang mengada-ada dan tanpa dasar hukum yang kuat. Koes Plus pun akhirnya dibebaskan tanpa alasan jelas sebelum meletus peristiwa G 20 S-PKI.
(Ayo ikuti saluran WhatsApp KapanLagi.com biar enggak ketinggalan update dan berita terbaru seputar dunia hiburan tanah air dan juga luar negeri. Klik di sini ya, Klovers!)
(kpl/faj)
Advertisement